<<< Lembaga Kajian Ilmiah Mahasiswa >>>

::Wilujeung Sumping di Weblog LKIM UNAND Padang::. Semoga site gratisan ini bukan hanya menambah literatur-literatur dalam dunia kepenulisan, tetapi juga lebih khusus untuk menambah khazanah keilmuan science dan keislaman, karena di masa kebangkitan seperti sekarang ini (menurut sejarah islam) yang sebelumnya Islam di Andalusia (Spanyol) begitu kuat dan hebatnya, harus tunduk dan hancur oleh kaum Hulagu dari bangsa Bar-Bar, oleh karena itu kita pun di harapkan untuk selalu berkarya, baik melalui dunia kepenulisan, dunia jurnalistik maupun yang lainnya, karena memang tidak bisa kita pungkiri bahwa Islam khususnya yang ada di Indonesia ini sangat butuh dengan orang-orang yang profisional dalam bidangnya masing-masing. Nah...site ini pun tampil untuk menunjukkan bahwa kami ingin menambah khazanah keislaman dalam berkarya, walaupun hanya sebutir debu di padang pasir, tetapi akan sangat bermakna jika kita mendalaminya, Amin

Minggu, 20 Juni 2010

MANFAAT INTANGIBLE FICUS BENJAMINA VAR VARIGATA (BERINGIN PUTIH)

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropik cukup luas, berdasarkan data yang kami temui, luas hutan tropis Indonesia menduduki peringkat ketiga dunia, sehingga tidak salah kemudian Indonesia dianggap memiliki peran penting sebagai paru-paru dunia.
Pembangunan kehutanan di Indonesia saat ini hendaknya sudah tidak lagi berorientasi kepada manfaat ekonomi secara langsug (tangible) dari hutan, namun seyogyanya sudah harus mengarah kepada nilai/manfaat intangible (manfaat yang tidak dapat dihitung secara nyata/langsung) dari hutan, ini sesuai dengan beberapa kali pidato menteri kehutanan periode sebelum ini (MS Kaban) bahwa manfaat hutan berupa kayu hanya 5 % dari nilai total ekonomi sumber daya hutan.
Fenomena-fenomena alam yang terjadi saat ini berupa global warning yang terlihat dari meningkatnya tinggi permukaan laut, perubahan iklim, meningkatnya suhu bumi, efek rumah kaca, hujan asam, banjir dan lain sebagainya, berdasarkan ungkapan beberapa ahli dikaitkan dengan laju deforestasi yang cukup tinggi akibat pembangunan di berbagai sektor, sehingga hutan yang ada saat ini sudah tidak lagi mampu memainkan perannya sebagai penyeimbang iklim di bumi.
Sadar akan bentuk fenomena alam yang terjadi di atas, beberapa negara maju dan organisasi negara didunia sudah beberapa kali membicarakan bagaimana mencarikan solusi dan jalan keluar permasalahan tersebut, mulai dari pertemuan internasional yang dilaksanakan seperti di Kyoto Jepang, pertemuan International COP 13 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada akhir Desember 2007 lalu di Bali sampai dengan terakhir di Covenhagen. Dari beberapa kali pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk meluncurkan program penyelamatan hutan tropis didunia antara lain dengan apa yang disebut Reducing Emissions from Deforestation and Degradition (REDD) dan Clean Development Mechanism (CDM).
Program REDD dan CDM tersebut di atas, pada intinya merupakan pemberian insentif dari negara maju/negara industri yang terlebih dahulu menghabiskan hutannya untuk berbagai kepentingan pembangunan, kepada negara berkembang/negara yang masih mempunyai hutan tropis yang cukup luas (Brazil, Kostarika, Indonesia dan Papua Nugini) untuk dipergunakan dalam upaya menurunkan laju deforestasi dan degradasi hutannya sehingga hutan kembali mampu mamainkan perannya sebagai penyerap karbon dan penyeimbang iklim serta pengatur hidrologi.
Walaupun program penting tersebut di atas baru dalam taraf usulan dan bersifat sukarela dari negara-negera maju, dan dengan segudang kompleksitas permasalahan politis dan teknis pada pelaksanaanya, kita patut bersyukur dengan ditunjuknya Indonesia sebagai pilot project pelaksanaan REDD, sehingga segala upaya kearah mendukung persiapan program tersebut mesti kita gali, salah satunya penulis mencoba melihat berbagai potensi yang terdapat dari jenis-jenis Ficus spp dalam pelestarian ekologi.
Ficus benjamina var varigata merupakan salah satu spesies di bumi yang dapat dikembangkan untuk mendukung pembangunan kehutanan yang bersifat intangible, karena dari karakteristik jenis Ficus benjamina var varigata memberikan manfaat yang cukup besar terhadap kelestarian lingkungan, mulai dari perakarannya, struktur tajuk sampai filosofi dan nilai budaya/religi.

Belakangan pohon jenis Ficus benjamina var varigata ini sudah banyak dilupakan, apalagi bagi mereka yang hanya menilai potensi utama hutan berasal dari kayu dan selalu mengusahakan nilai komersil secara terus menerus dari kayu, menganggap Ficus benjamina var varigata kurang memiliki nilai ekonomis, karena bentuk batangnya yang tidak beraturan dan tidak tegak lurus. Padahal dibalik itu terdapat manfaat yang tidak ternilai dari beberapa jenis Ficus benjamina var varigata terhadap aspek ekologi, estetika dan religi/ sosial budaya.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis mencoba menguraikan secara ringkas beberapa peran dan fungsi dari jenis Ficus benjamina var varigata yang tidak ternilai harganya ini bagi kelangsungan mahkluk hidup di muka bumi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ficus benjamina var varigata di sebut juga dalam nama lokal di Indonesia dengan beringin putih. Merupakan salah satu dari jenis ficus spp yang berasal dari famili Moraceae, dengan ukuran pohon yang besar dan kanopi yang lebar, daun, cabang dan batangnya mengeluarkan getah kental berwarna keputihan.
Seperti halnya jenis Ficus spp yang lain, Ficus benjamina var varigata (Beringin Putih) juga memiliki akar napas atau akar gantung yang keluar dari cabangnya dan menjulur kebawah. Dimana ketika mencapai tanah akar tersebut akan tumbuh membesar menjadi batang yang menopang cabang di atasnya. Pohon ini berkembang biak secara generatif melalui biji yang ada pada buahnya, serta merupakan tanaman yang menggugurkan daunnya selama musim kering (Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009)
Klasifikasi tumbuhan jenis Ficus benjamina var varigata (www.plantamor.com) yakni :
a. Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
b. Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
c. Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
d. Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
e. Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
f. Sub Kelas : Dilleniidae
g. Ordo : Urticales
h. Famili : Moraceae (suku nangka-nangkaan)
i. Genus : Ficus
j. Spesies : Ficus benjamina var. varigata

Salah satu lembaga penelitian penyakit kanker dibawah naungan Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (CCRC-Farmasi UGM, 2009) menyebutkan bahwa morfologi tumbuhan Beringin Putih (Ficus benjamina var varigata) yakni :
 Batang : Pohon, tinggi 20-25 m, Batang tegak, bulat, percabangan simpodial, permukaan kasar, pada batang tumbuh akar gantung, coklat kehitaman.
 Daun : Tunggal, bersilang berhadapan, lonjong, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 3-6 cm, lebar 2-4 cm, bertangkai pendek, pertulangan menyirip, hijau.
 Bunga : Tunggal, di ketiak daun, tangkai silindris, kelopak bentuk corong, hijau, benang sari dan putik halus, kuning, mahkota bulat, halus, kuning kehijauan.
 Buah : Buni, bulat, panjang 0,5-1 cm atau sebesar biji kacang tanah dan jika dibelah didalamnya terdapat ribuan butir biji-biji kecil, masih muda hijau setelah tua merah .
 Biji : Bulat, keras, putih, ukuranya hampir sama dengan sebutir pasir halus di pantai
 Akar : Tunggang, coklat





Gambar 2. Daun Beringin Putih
Gambar 1. Pohon Beringin Putih
Beringin putih merupakan tanaman yang memiliki struktur perakaran yang dalam dan kuat serta akar lateral yang mencengkram tanah dengan baik, memiliki kemampuan hidup dan beradaptasi dengan bagus pada berbagai kondisi lingkungan, mampu hidup di berbagai macam kondisi lingkungan yang ekstrim, salah satunya adalah diatas batu. Beringin putih juga merupakan tanaman yang memiliki kemampuan hidup sangat lama atau umur sangat tua, dengan tenggang waktu sampai ratusan tahun (Ulum, S. 2009).
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).
Dari definasi hutan tersebut di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi :
a. Satu kesatuan ekosistem
b. Berupa hamparan lahan
c. Berisi sumber daya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya, berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfir bumi yang paling penting (http://id.wikipedia.org/wiki/hutan).
Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu (Undang-Uandang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).

Dari tolak ukur ekonomi manfaat hutan dapat dibedakan menjadi manfaat tangible yakni manfaat yang ditimbulkan secara nyata dalam ekonomi seperti manfaat kayu, non kayu dll, dan manfaat intangible yakni manfaat yang tidak ditimbulkan secara nyata/tidak dapat dihitung secara langsung (Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009).
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Sehingga ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya.













BAB IV
MANFAAT INTANGIBLE
FICUS BENJAMINA VAR VARIGATA

Setiap jenis pohon di permukaan bumi mengandung manfaat yang cukup besar yang terkadang tidak kita sadari, salah satunya jenis Ficus benjamina var varigata, dalam bahasa lokal di Indonesia disebut juga beringin putih yang memiliki manfaat tidak ternilai bagi kelestarian lingkungan/ekologi, seperti sebagai hidrologi, konservasi flora dan fauna, biofarmaka, sosial budaya dan religi.
IV.1 Nilai Hidrologis dan Konservasi Tanah
Salah satu ciri Ficus benjamina var varigata, yang juga terdapat pada umumnya jenis Ficus spp, memiliki akar bergantungan sampai ke bumi dan struktur perakaran yang dalam dan kuat serta akar lateral yang mencekram tanah dengan baik, hal ini memberikan kontribusi yang besar terhadap pengaturan tata air.

.
Gambar 3. Struktur perakaran Ficus spp


Dengan sistem perakaran beringin putih di atas, yang yang mencapai radius yang cukup jauh dari batang, sangat cocok di tanam pada lahan-lahan yang miring dan lereng, sebab daya dukung lahan akan semakin kuat dengan pengaruh cengkraman akar sehingga juga mengurangi adanya bahaya tanah longsor dan erosi tanah.
Karena beringin putih merupakan tanaman yang mampu hidup di berbagai macam kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti diatas batu maka dengan akar yang kuat tanaman tersebut mampu mecengkram batu yang besar dan menahannya agar tidak jatuh ke bawah sehingga mencegah terjadinya longsor.
Kondisi tajuk dan daun yang lebat menyebabkan air hujan yang jatuh tidak langsung mencapai tanah sehingga berpengaruh baik terhadap laju infiltrasi dan run off .
Dengan sifat beringin putih yang menggugurkan daun atau jatuhan serasah yang banyak menyebabkan biomassa yang bersifat seperti spons dalam menyerap dan menyimpan air tanah artinya tanaman ini mampu menyimpan cadangan air pada musim penghujan dengan baik dan mengeluarkannya pada musim kemarau secara teratur sehingga hampir di setiap daerah sekitar tanaman beringin putih nyaris tidak pernah mengalami kekurangan air, karena air dapat tersimpan dengan baik didalam tanah dan tanaman itu sendiri.
Selain itu dengan jatuhan serasah yang banyak mengakibatkan tanah memiliki kandungan bahan organik yang banyak sehingga dapat menghasilkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Maka sangat memungkinkan memilih penanaman beringin putih untuk tujuan konservasi tanah dan air.


IV.2 Manfaat Konservasi Flora dan Fauna
Beringin putih merupakan jenis spesies kunci, tumbuhan ini sangat penting artinya kerena merupakan “perekat” kebersamaan dalam kelompok ekologi. Dan jika spesies kunci ini punah, maka mengakibatkan kepunahan jenis lain baik hewan dan tumbuhan yang nilainya tidak terhitung (Whitten, 2002. dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009).
Alasan beringin putih dikatakan spesies kunci diantaranya karena buahnya mendukung populasi beberapa vertebrata selama pohon lain tidak berbuah. Tidak seperti sebagian besar pohon dan liliana lain pada hutan tropis, buah pohon beringin putih masak tidak berdasarkan musim, disaat tanaman lain belum berbuah beringin putih mampu menghasilkan buah yang melimpah.
Dengan struktur tajuk yang rapat dan lebat, menjadikan pohon beringin putih terlindung dari sinar terik matahari dan menciptakan kondisi udara yang sejuk. Hal ini merupakan surga bagi beberapa jenis serangga dan burung. Salah satu jenis serangga yang dijumpai adalah Tawon ficus (Blasthopaga quadraticeps), yang menggunakan pohon ini untuk berproduksi dan bersarang.
Gambar 4.
Struktur tajuk yang lebat dan rapat beringin putih.


Dengan adanya buah yang melimpah, pohon yang rindang dan sejuk ditambah dengan adanya serangga, menjadikan beringin putih merupakan tempat yang sangat disukai beberapa jenis burung, seperti burung pemakan buah dan biji yakni Punai Gading (Treron Vernans) dan Kepudang Kuduk Hitam (Oriolus chinensis). Burung pemakan ulat atau tawon ficus yakni Cipoh Kacat (Aegithina thipia) dan Walet Sapi (Callocalia esculenta), sedangkan burung yang suka bersarang di pohon ini adalah Kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan Trocokan ((Pycnonotus goiavier).
Bahkan ada salah satu jenis burung di Pulau Sulawesi yakni Rangkong (Aceros cassidix) menjadikan pohon ini sebagai tempat bersarang, berproduksi dan sumber makanan. Burung rangkong ini juga berperan besar dalam penyebaran biji pada hutan hujan tropis, karena burung rangkong dapat terbang dengan jarak yang cukup jauh.
Burung Madu Sriganti (Nectariniajugalaris) serta Cabai Jawa (Dicaeum trochileum) mencari makan di benalu yang tumbuh pada pohon beringin putih (Anonim, 2003 dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009). Ada beberapa jenis mamalia yang mengunjungi pohon beringin putih seperti orang utan, siamang, dan berbagai macam kera, dan beruang madu (Whitten, 2002 dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009).
IV.3 Hutan Kota dan Estetika
Pada beberapa pusat kota di Pulau Jawa, terdapat pohon beringin putih terutama di alun-alun, bahkan di perkarangan istana kepresidenan Republik Indonesia di Bogor terdapat beberapa pohon beringin putih yang cukup besar yang berfungsi sebagai hiasan taman dan tanaman pelindung.
Penanaman pohon besar disepanjang jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, jalur tegangan tinggi, serta jalur tepian air bantaran kali, situ, waduk, tepian pantai, dan rawa-rawa akan membentuk infrastruktur hijau raksasa yang berfungsi ekologis. Kota pohon akan memberikan keteduhan kepada pejalan kaki, dan penunggang sepeda (Joga, 2008 dalam dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009).
Berbagai penelitian menyebutkan 1 hektar Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dipenuhi pohon besar menghasilkan 0,6 ton O2 untuk 1.500 penduduk setiap hari, menyerap 2,5 ton CO2/tahun (6 kg CO2/batang per tahun), menyimpan 900 m3 air tanah/tahun, mentransfer air 4.000 liter/hari, menurunkan suhu 5ºC - 8ºC, meredam kebisingan 25-80 % dan mengurangi kekuatan angin 75-80%. 4 pohon dewasa (tinggi 10 m ke atas, diameter batang lebih dari 10 cm, tajuk lebar dan berdaun lebat) dapat menyerap gas emisi yang dikeluarkan oleh setiap mobil (Joga, 2008 dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009).
Pemilihan penanaman beringin putih pada hutan kota sangatlah tepat, karena disamping sangat baik untuk pengaturan tata air, pencegahan bahaya erosi dan banjir, tingkat strata tajuk yang lebat dan padat dapat berpengaruh mengurangi/meredam kebisingan, angin dan terik sinar matahari sehingga menurunkan suhu kota.
Dalam rangka mengantisipasi pemanasan global atau meningkatnya suhu bumi, dan mendukung program-program internasional sperti REDD dan CDM, maka pengkayaan jenis beringin putih sudah menjadi keharusan. Jenis Ficus benjamina var varigata memiliki kemampuan menyerap karbondioksida yang tinggi, yakni sebanyak 535,90 kg/pohon/tahun., dibanding kayu komersial lainnya seperti Jati (Tectona grandis) yang hanya mampu menyerap karbondioksida sebanyak 135,27 kg/pohon/tahun (Duryatmo, 2008. dalam Swestiani D. dan A. Sudomo, 2009).
Disamping manfaat di atas, beringin putih juga memiliki nilai estetika yang cukup tinggi, sehingga tidak sedikit para pengrajin tanaman hias menjadikan beringin putih sebagai salah produk bonsai dan tanaman hias yang mempunyai harga jual cukup tinggi.


Gambar 5.
Tanaman Hias Beringin Putih








Gambar 6. Tanaman Hias Beringin Putih

IV.4 Manfaat Biofarmaka
Tanaman beringin putih dapat menjadi komoditi biofarmaka karena memiliki kandungan kimia pada akar berupa asam amino, fenol, gula dan asam orange (Dalimartha S, 2005).

Penyakit yang dapat diobati dari pohon beringin putih antara lain Pilek, demam tinggi, radang amandel (tonsilitis), nyeri rematik sendi, luka terpukul (memar), influenza, radang saluran napas (bronkhitis), batuk rejan (pertusis), malaria, radang usus akut (acute enteritis), disentri, kejang panas pada anak (www.AsianBrain.com).
Bagian yang digunakan dari pohon beringin putih adalah akar udara dan daun dengan terlebih dahulu sebelum digunakan dicuci lalu dikeringkan (Dalimartha S, 2005), yakni :
a. Akar udara bermanfaat untuk mengatasi:
- pilek, demam tinggi,
- radang amandel (tonsilitis),
- nyeri pada rematik sendi, dan
- luka terpukul (memar).
b. Daun bermanfaat untuk mengatasi :
- influenza,
- radang saluran napas (bronkitis), batuk rejan (pertusis),
- malaria,
- radang usus akut (akut enteritis), disentri, dan
- kejang panas pada anak.
Suatu lembaga pengobatan penyakit kanker di bawah naungan Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (CCRC-Farmasi UGM, 2009) mengungkap bahwa, dewasa ini beringin putih maupun saga banyak digunakan dalam ramuan tradisional untuk pengobatan kanker. Berdasarkan data empiris yang ada, kedua tanaman tersebut memang sudah terbukti mampu mengobati atau mencegah kanker. Beringin putih dan saga mempunyai kandungan yang sama yaitu saponin, flavanoid, dan alkaloid yang mampu menghambat laju pertumbuhan sel kanker namun tidak dapat membunuh sel kanker (agen kemopreventif).
IV.5 Nilai Sosial Budaya dan Religi
Beringin putih merupakan tanaman yang memiliki nilai budaya dan religi yang tinggi bagi masyarakat Indonesia. Keberadaan tanaman ini pada suatu tempat biasanya selalu identik sebagai tempat yang memiliki daya magis yang tinggi. Pohon ini juga dijadikan sebagai tanaman suci bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama buat umat Budha dan beberapa aliran kepercayaan.
Kondisi dibawah pohon beringin putih yang berhawa sejuk, oleh sebagian masyarakat Indonesia merupakan tempat cocok untuk melakukan kegiatan-kegiatan ritual budaya. Sering ditemukan banyak aneka rupa sesaji diletakkan di bawah pohon beringin yang berukuran besar dan berusia ratusan tahun. Pohon beringin dipercaya sebagai tempat bersemayamnya berbagai macam mahluk halus, sehingga banyak masyarakat menjadikan pohon tersebut sebagai tempat pemujaan.
Pohon beringin putih memiliki story dan falsafat hidup yang tinggi, merupakan pohon bodi yang tumbuh di surga. Ini tidak terlepas dari cerita keberadaan pohon beringin itu sendiri yakni legenda Dewi Parwati yang karena kesalahannya dihukum oleh suaminya Dewa Siwa selama 8 tahun untuk membersihkan diri di kuburan dalam wujud Dewi Durga.
Setelah menjalani masa hukuman, Dewa Siwa turun ke dunia menjemput Parwati yang saat itu berwujud raksasa Dewi Durga. Siwa pun berubah wujud menjadi raksasa bernama Kala Engket. Rasa rindu ini menimbulkan kama atau nafsu antara Siwa dan Durga. Disebutkan dari kama ini tumpahlah air mani Siwa, yang jatuh di badan Durga berubah wujud menjadi bhutakala-bhutakali (raksasa), makhluk halus (jin-jin) dan setan. Yang tumpah di tanah menjadi pohon kepuh, pohon beringin putih, pohon pule.
Ketiga pohon tersebut merupakan pohon sakral di Bali maupun Jawa seperti pule batang kayunya dipakai untuk topeng barong/rangda. Sedangkan pohon beringin putih, daunnya dipakai sarana saat upacara ngaben, upacara mamukur (kelanjutan ngaben), komponen pembuatan penjor (tiang bambu yang dihias janur saat hari Galungan) dan ritual-ritual lainnya.
IV.6 Nilai Keamanan Kawasan Hutan.
Selain dianggap sebagai pohon suci oleh umat Budha, pohon beringin putih juga dianggap sebagai “pohon hantu” oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Pohon ini dipercaya merupakan tempat tinggal berbagai jenis mahluk halus. Masyarakat beranggapan bahwa dengan mengganggu beringin berarti mereka juga telah mengganggu mahluk halus yang ada di dalam pohon tersebut. Sehingga sebagian besar masyarakat tidak berani untuk mengganggu keberadaan pohon tersebut.
Keberadaan pohon beringin putih mampu meningkatkan keamanan kawasan hutan tempat pohon tersebut berada. Hal tersebut dikarenakan keberadaan pohon beringin pada suatu kawasan hutan mampu meningkatkan daya magis untuk kawasan tersebut. Kawasan hutan yang bervegetasikan pohon beringin putih akan dianggap sebagai hutan yang angker. Bahkan tidak jarang kawasan hutan yang bervegetasikan pohon beringin dijadikan sebagai “hutan larangan” oleh masyarakat sekitar hutan. Hutan larangan merupakan kawasan hutan yang tidak boleh dimasuki secara bebas oleh masyarakat. Hal ini biasa muncul dari mitos-mitos atau legenda yang berkembang dalam komunitas masyarakat sekitar hutan.
Dengan status angkernya, masyarakat sekitar hutan biasanya akan merasa takut untuk memasuki kawasan hutan yang terdapat pohon beringinnya. Sehingga secara tidak langsung dengan tidak adanya masyarakat yang masuk kedalam kawasan hutan, maka kawasan hutan tersebut akan aman dari kegiatan perusakan hutan oleh manusia. Selain itu, beringin juga merupakan tanaman berkayu yang tidak diproduksi sebagai bahan bangunan. Sehingga beringin tergolong tanaman yang tidak akan dicuri atau di tebang oleh para pencuri kayu.
Pengamanan hutan oleh hutan sendiri merupakan sebuah pola pengamanan hutan terbaik dan terefektif. Dengan pola pengamanan seperti itu, tidak akan terjadi konflik sosial atau korban jiwa dalam kegiatan pengaman hutan. Pengelola hutan juga akan sangat terbantu baik dari segi tenaga maupun biaya dalam kegiatan pengamanan kawasan hutan.












BAB V
REKOMENDASI

Beringin putih (Ficus benjamina var varigata.) merupakan salah satu spesies yang memiliki nilai ekologi sangat tinggi, selain berfungsi sebagai pencegah erosi tanah dan penyimpan cadangan air juga merupakan tanaman yang sangat disukai sebagai habitat satwaliar.
Pohon ini merupakan sumber pakan dan bersarang untuk beberapa jenis burung, serangga, reptilia, ampibia dan mamalia. Akar gantung pohon beringin selain bisa digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit juga merupakan tempat bermain untuk beberapa jenis primata.
Pada kawasan hutan hujan tropis tanaman dibiarkan tumbuh secara alami tanpa bantuan manusia seperti halnya pohon beringin putih dapat tumbuh dengan sendirinya. Karena proses penyebarannya di alam merupakan peran dari satwaliar yang memakan bijinya. Satwa yang berperan besar dalam proses penyebaran beringin di alam adalah beberapa jenis burung pemakan biji dan primata.
Pada pohon beringin terjadi suatu interaksi biotik yang sangat komplek. Interaksi tersebut merupakan hubungan simbiosis mutualisme antara sesama spesies yang ada di situ. Sehingga dapat dikatakan, pohon beringin merupakan salah satu indikator untuk hutan yang dalam kondisi klimaks atau dalam proses suksesi menuju klimaks.
Setiap jenis pohon yang ada di permukaan bumi mengandung manfaat yang cukup besar yang terkadang tidak kita sadari, salah satunya jensi Ficus benjamina var varigata yang selama ini keberadaannya sudah mulai berkurang. Untuk itu agar jenis yang memiliki banyak manfaat ini tidak punah maka diperlukan usaha konservasi sumber daya genetik tanaman hutan jenis ini dengan baik.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam upaya tersebut dapat ditempuh dengan cara :
a. Pelestarian in situ pada beberapa kawasan pelestarian berupa Taman Nasional dan Cagar Alam serta Hutan Lindung bahkan Hutan Produksi.
b. Pelestarian Ex- situ yang dapat dilaksanakan pada Lembaga Penelitian, Universitas, BUMN/BUMS kehutanan dengan menggunakan perpaduan teknologi berupa pengkayaan biji dan benih.
c. Restorasi dan Rehabilitasi, meliputi metode, baik insitu maupun eksitu, untuk membangun kembali spesies, varietas genetik, komunitas, populasi, habitat dan proses-proses ekologis.
d. On Farm dimana pelestarian plasma nutfah dengan mengembangkan pohon beringin putih pada areal budidaya dalam bentuk penanaman oleh masyarakat dan program-program pemerintah yang berbasis kemasyarakatan seperti GERHAN dan lain sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Klasifikasi tumbuhan jenis Ficus benjamina var varigata (www.plantamor.com).
Anonim, 2009. Kasiat Beringin Putih (www.AsianBrain.com).
Anonim, 2009. Peranan Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan, http://id.wikipedia.org/wiki/hutan.
CCRC-Farmasi UGM. 2009. Beringin Putih .
Dalimartha, S .2005. Atlas tanaman Obat Jilid I.
Swestiani D. dan A. Sudomo . 2009. Kajian Manfaat Jenis Beringin Putih dalam SURILI (Suara, Berita dan Liputan Rimbawan Jawa Barat) .
Ulum, S. 2009. Manfaat Beringin Putih dalam Pembangunan Kawasan Hutan dalam Kabar Indonesia
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

1 komentar: