<<< Lembaga Kajian Ilmiah Mahasiswa >>>

::Wilujeung Sumping di Weblog LKIM UNAND Padang::. Semoga site gratisan ini bukan hanya menambah literatur-literatur dalam dunia kepenulisan, tetapi juga lebih khusus untuk menambah khazanah keilmuan science dan keislaman, karena di masa kebangkitan seperti sekarang ini (menurut sejarah islam) yang sebelumnya Islam di Andalusia (Spanyol) begitu kuat dan hebatnya, harus tunduk dan hancur oleh kaum Hulagu dari bangsa Bar-Bar, oleh karena itu kita pun di harapkan untuk selalu berkarya, baik melalui dunia kepenulisan, dunia jurnalistik maupun yang lainnya, karena memang tidak bisa kita pungkiri bahwa Islam khususnya yang ada di Indonesia ini sangat butuh dengan orang-orang yang profisional dalam bidangnya masing-masing. Nah...site ini pun tampil untuk menunjukkan bahwa kami ingin menambah khazanah keislaman dalam berkarya, walaupun hanya sebutir debu di padang pasir, tetapi akan sangat bermakna jika kita mendalaminya, Amin

Minggu, 24 Oktober 2010

PENGARUH pH TERHADAP PEMBENTUKAN HIDROGEN PADA FOTOKATALISIS AIR RAWA GAMBUT OLEH SERBUK TiO2 NANOPARTIKEL

Oleh :

Sri Milda Hayati (04932039)
Dibimbing oleh : Prof. Dr. Admin Alif dan Olly Norita Tetra M,Si


Hidrogen merupakan salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memproduksi gas hidrogen. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memproduksi gas hidrogen adalah melalui reaksi fotokimia, yaitu menggunakan metoda fotokatalisis. Penelitian ini dilakukan melalui fotokatalisis air rawa gambut dengan menggunakan serbuk TiO2 nanopartikel sebagai katalis dan senyawa humat yang terkandung dalam air rawa gambut sebagai sacrificial agent. Sampel dibuat dengan memvariasikan pH larutan dan dilihat pengaruh nya terhadap pembentukan hidrogen. Sampel ditempatkan didalam reaktor kuarsa dan disinari dengan lampu UV dengan λ = 254 nm selama 7 jam. Volume gas yang dihasilkan dihitung berdasarkan pergerakan gelembung sabun. Dari hasil penelitian didapatkan volume gas pada suasana asam (pH 1,57) sebanyak 2,4 mL. Sedangkan pada suasan basa (pH 10,14) sebanyak 3,1 mL. Sehingga dapat diketahui bahwa senyawa humat dapat bertindak sebagai sacrificial agent lebih efektif pada suasana asam dibandingkan pada suasana basa.


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan populasi penduduk menyebabkan peningkatan permintaan energi dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahn emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap Negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui.1
Hidrogen merupakan salah satu pilihan sebagai energi alternatif karena mudah dikonversi dan tidak merusak lingkungan baik dalam proses pembuatannya ataupun penggunaannya. Bulan September 2007 Kota Seoul di Korea Selatan untuk pertama kalinya berhasil mengoperasikan SPBU atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Hidrogen.1
Di alam hidrogen tidak tersedia dalam bentuk bebas atau dapat ditambang layaknya sumber energi fosil tetapi hidrogen harus diproduksi. Produksi hidrogen dari H2O merupakan cara utama untuk mendapatkan hidrogen dalam skala besar, tingkat kemurniaan yang tinggi dan tidak melepaskan CO2. Hidrogen dapat diproduksi dari air dengan berbagai cara antara lain melalui proses : Steam Methane Reforming (SMR), termokimia, elektrolisis, dan fotolisis. Dalam proses produksi hidrogen dengan SMR ini membutuhkan biaya yang mahal. Proses termokimia-pemanasan temperatur tinggi dapat digunakan dari sumber nuklir untuk menggerakkan proses pemisahan kimia air menjadi hidrogen dan oksigen.
Proses elektrolisis merupakan salah satu metoda dasar dalam menghasilkan hidrogen yaitu dengan melewatkan arus listrik pada air, kemudian air akan terurai menjadi dua molekul yaitu hidrogen dan oksigen. Gas oksigen akan berkumpul pada anoda sedangkan gas hidrogen pada katoda. Teknologi elektrolisis yang digunakan saat ini memerlukan jumlah listrik yang sangat banyak. Hal ini menunjukan bahwa energi yang dikonsumsi untuk proses elektrolisis dengan energi kimia yang dihasilkan masih belum seimbang secara ekonomis.
Salah satu cara sederhana yang dapat digunakan untuk memproduksi hidrogen ini adalah melalui reaksi fotokimia yaitu menggunakan metoda fotokatalisis. Metoda fotokatalisis ini menggunakan radiasi sinar untuk menguraikan air menjadi hidrogen dengan memanfaatkan bahan-bahan yang bersifat semikonduktor seperti TiO2, MnO2, dan Nb6O17 sebagai fotokatalis dan penambahan sacrificial agent.2,3 TiO2 digunakan sebagai fotokatalis dalam fotokatalisis air karena disamping kemampuannya menjalankan fungsi fotokatalis lapisan tipis TiO2 juga mempunyai sifat ampifilik, dimana akan menjadi superhidrofilik bila disinari UV dan kembali menjadi hidrofob pada keadaan gelap dan sebaliknya.4,5
Pemberian energi sinar yang lebih besar dari energi celah suatu semikonduktor pada reaksi fotolisis air akan menghasilkan elektron dan hole yang akan mereduksi dan mengoksidasi H2O menjadi H2 dan O2 yang akan dapat bereaksi kembali membentuk molekul air. Untuk mencegah terbentuknya O2 dalam reaksi ini diperlukan adanya sacrificial agent. Sacrificial agent yang ditambahkan bertindak sebagai penahan rongga agar tidak terjadinya rekombinasi pada permukaan. Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu air rawa gambut yang mengandung senyawa humat sebagai sacrificial agent yang berfungsi untuk mengurangi terbentuknya O2. Berbagai sacrificial agent untuk mencegah pembentukan oksigen telah digunakan seperti etanol, ion iodida, dan gula.6,7,8 Etanol telah digunakan sebagai sacrificial agent dan didapatkan hasil bahwa penggunaan etanol sebagai sacrificial agent menjadikan tingkat keefektifitasan yang tinggi dalam mencegah pembentukan O2 sehingga H2 yang terbentuk tidak bereaksi kembali dengan O2 membentuk molekul air.6 pada fotolisis air semua sacrificial agent ditambahkan ke dalam air dan membutuhkan tambahan biaya, tetapi dalam air rawa gambut telah terkandung senyawa humat yang dapat bertindak sebagai sacrificial agent.

1.2 Perumusan Masalah
Penelitian fotokatalisis air telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan TiO2 sebagai fotokalisis. Namun belum diperoleh informasi tentang bagaimana pengaruh pH terhadap fotokalisis air rawa gambut. Oleh sebab itu pada penelitian ini dilakukan pengujian pengaruh pH terhadap fotokatalisis air rawa gambut oleh serbuk TiO2 nanopartikel.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh pH terhadap fotokatalisis air rawa gambut oleh serbuk TiO2 nanopartikel.

1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini dapat diketahui salah satu cara sederhana yang dapat digunakan untuk memproduksi gas hidrogen yaitu melalui fotokatalisis air rawa gambut dengan memanfaatkan bahan yang bersifat semikonduktor sebagai fotokatalis dan pengaruh pH terhadap fotokatalisis air rawa gambut dan proses produksi gas hidrogen. Cara ini dapat dikembangkan sehingga gas hidrogen dapat diproduksi dalam skala besar untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fotokimia
Fotokimia adalah suatu reaksi yang melibatkan perubahan-perubahan kimia akibat pengaruh sinar. Fotokimia berkaitan erat dengan reaksi yang diawali oleh eksitasi elektron dari suatu molekul akibat serapan cahaya pada panjang gelombang tertentu. Sinar monokromatis dengan panjang gelombang tertentu merupakan suatu energi foton. Sinar yang panjangnya lebih pendek akan memiliki energi kuantum lebih besar. Molekul-molekul pada keadaan tereksitasi ini mempunyai distribusi elektron yang berbeda dari keadaan dasar. Hal ini menyebabkan molekul dalam keadaan tereksitasi mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berubah ke bentuk produk dibandingkan kembali ke keadaan dasar.9
Penyerapan energi sinar UV oleh suatu molekul dapat mengeksitasikan elektron dalam molekul dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Molekul-molekul yang menyerap sinar bila energi foton yang diserapnya dengan perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi maka molekul dalam keadaan tereksitasi akan bersifat aktif dibandingkan dalam keadaan dasar.
Pada kenyataannya panjang gelombang yang aktif secara fotokimia hampir selalu ultraviolet dan dengan demikian fotokimia industri dewasa ini dianggap sebagai suatu pengaplikasian panjang gelombang UV. Dewasa ini para ahli fotokimia tidak mempunyai pilihan yang banyak terhadap lampu-lampu. Lampu-lampu tersebut pada umumnya merupakan sumber cahaya uap raksa yang dirangsang.10
Table 1 : Jenis lampu dalam fotokimia
Lampu tekanan rendah Lampu tekanan tinggi
Daya : 0,01 – 0,5 W Daya : 5 – 150 W
Sinar yang diemisikan : 254 nm Sinar yang diemisikan : 313, 365, 425 nm
Panjang : 10 – 200 cm Panjang : 5 – 250 cm
Daya total : 5 -200 W Daya total : 50 W – 100 kW

Dalam fotokimia terdapat dua hukum dasar, menurut hukum I yang dikemukakan oleh Grothus (1817) dan Dropper (1843), dinyatakan bahwa perubahan fotokimia hanya dapat ditimbulkan pada cahaya yang diserap. Hukum II fotokimia diusulkan Stark dan Einstein (1908-1912), menyatakan bahwa molekul yang menyerap suatu kuantum sinar akan mengalami eksitasi (tereksitasi).
Beberapa keistimewaan reaksi fotokimia jika dibandingkan dengan reaksi kimia klasik, diantaranya :
a. Reaksi dapat berlangsung pada temperatur rendah dengan hasil samping sedikit.
b. Reaksi fotokimia lebih spesifik, karena energi sering terlokalisasi pada beberapa ikatan kimia tertentu saja.
c. Reaksi berkenaan dengan perubahan orbital pada keadaan tereksitasi (simetri dan stereokimia berlawanan dengan keadaan dasar), dimana hal ini berbeda dengan yang diperoleh secara klasik.
d. Keistimewaan lain dari reaksi fotokimia adalah dengan menganggap foton sebagai spesies reaktif yang ditempatkan di luar reaktor dan reaksi dapat dihentikan dengan pemutusan aliran foton. Jika E2 adalah energi eksitasi dari sistem dan E1 adalah energi molekul dalam keadaan dasar, maka :

E2 – E1 = h v = h c / λ
Dimana :
h = tetapan planck = 6,62 x 10-34
c = kecepatan cahaya = 3 x 105 km/s
λ = panjang gelombang
v = frekuensi

2.2 Fotolisis
Fotolisis merupakan suatu proses degradasi zat yang dibantu oleh cahaya dan material katalis. Sedangkan fotolisis air merupakan suatu proses untuk menghasilkan gas H2 dan O2 murni dengan memanfaatkan energi cahaya pada sistem. Ketika material fotolisis disinari cahaya, material tersebut menyerap energi foton dan katalis semikonduktor dikenal sebagai material katalis. Beberapa oksida dan sulfide logam yang bersifat semikonduktor seperti TiO2, ZnO, SrTiO3, CdS dapat digunakan sebagai katalis pada proses fotolisis.
Titanium dioksida (TiO2) adalah semikonduktor yang paling umum digunakan. Karena TiO2 bersifat semikonduktor, absorpsi sinar UV oleh Titanium dioksida akan diikuti perpindahan electron dari pita valensi ke pita konduksi (e- pk) dan lubang positif pada pita valensi (h+ pv).4
Mekanisme kerja fotokatalis ditunjukan pada gambar 1. Pada tahap awal terjadi penyerapan foton berfrekuensi v dengan energinya yang besar atau sama dengan energi celah antara pv dan pk, selanjutnya sebuah elektron pada pv tereksitasi ke pk, meninggalkan lubang atau hole yang bermuatan positif. Elektron pada pk ditangkap oleh senyawa akseptor elektron (oks). Senyawa terakhir menjadi reaktif dan terdekomposisi ke bentuk produk mineralisasi.11
Berdasarkan gambar 1 dapat disimpulkan reaksi yang terjadi pada proses fotokatalis :
TiO2 + hv TiO2(h+ pv) + TiO2(e- pk)

oksidator oksidator -

hv pita konduksi
pita valensi

reduktor reduktor+

(produk-produk mineralisasi)

Gambar 1. Proses fotokatalisis yang merangsang terjadinya reaksi kimia
Elektron pada pita konduksi ditangkap oleh eksigen terlarut sebagai spesies oksidator, sedangkan hole akan dinetralkan oleh OH- sebagai berikut :

2 e- + O2 O2=
O2= + 2H+ H2O2
H2O2 + e-pk HO• + HO-
h+pv + HO-(ads) HO• (ads)
Disamping itu hole pada pita valensi juga dapat dinetralkan muatannya oleh spesies reduktor yang ada dalam larutan.
R + h+pv R•+
Selanjutnya R•+ bereaksi dengan radikal hidroksil (HO•) untuk membentuk produk-produk mineralisasi seperti air dan CO2. HO• inilah yang berperan dalam mendegradasi senyawa. Namun disamping itu kemungkinan lain yang dapat terjadi pada fotolisis yaitu reaksi yang terjadi pada pita konduksi dan reaksi yang terjadi pada pita valensi adalah sebagai berikut :
• Pada pita konduksi :
2 H+ + 2 e- 2 H•
2 H• H2
• Pada pita valensi
2 OH- + 2 h+ 2 OH•
2 OH• H2O2 + ½ O2
Jadi dalam reaksi ini disamping pembentukan gas hidrogen juga akan terbentuk gas oksigen. H2 dan O2 akan dapat bereaksi kembali membentuk molekul air. Hal ini tentunya tidak diharapkan, untuk itulah ke dalam reaksi ini diperlukan adanya sacrificial agent. Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu air gambut yang mengandung asam humat sebagai sacrificial agent yang berfungsi untuk mengurangi terbentuknya O2 pada pita valensi (untuk menangkap sebagian OH•).

2.3 Titanium Dioksida (TiO2)
TiO2 merupakan katalis yang paling cocok digunakan untuk degradasi senyawa organik karena TiO2 paling aktif dan praktis untuk diaplikasikan dalam penanganan masalah lingkungan seperti purifikasi dan pengolahan limbah cair, pengendalian limbah berbahaya, purifikasi udara dan desinfeksi air. Hal ini disebabkan karena TiO2 bersifat semikonduktor, tidak larut dalam air, daya tahan dan resisten terhadap abrasi atau gores. Biasanya terdapat dalam bentuk powder atau lapisan tipis yang bersifat amfoter dan sulit larut dalam air, dengan berat molekul 79,90 g/mol dimana kadar Ti 59,95 % dan kadar O2 40,05 %. Titik leleh dari TiO2 adalah 1870oC. TiO2 tidak larut dalam HCl, HNO3 dan H2SO4 encer, tetapi larut dalam H2SO4 pekat.
Titanium dioksida memiliki tiga struktur kristal, yaitu rutil, anatase, dan bronkite. Pembuatan TiO2-rutile dilakukan pada suhu 600-1200oC dan TiO2-brokite dengan pemanasan diatas 1200oC. Hanya rutil dan anatase yang cukup stabil keberadaannya dan biasa digunakan sebagai fotokatalis. Perbedaan kedua struktur mengakibatkan perbedaan massa jenis (3,9 g untuk anatase dan 4,2 g/cc untuk rutil), luas permukaan, dan sisi aktifnya.5
TiO2 sebagai fotokatalisis dipelajari secara ekstensif untuk degradasi polutan lingkungan. Reaksi fotokatalitik terjadi pada permukaan sehingga sifat permukaan TiO2 menjadi faktor penting yang menentukan kinetika dan mekanisme reaksi fotokatalitik. Aktifitas katalitiknya dipengaruhi oleh struktur kristal, luas permukaan, distribusi ukuran partikel porositas, densitas permukaan grup hidroksil, dan sebagainya.
Permukaan TiO2 (bersifat semikonduktor) menghasilkan pasangan elektron dan hole positif pada permukaannya. Absorbsi sinar UV oleh TiO2 akan diikuti perpindahan elektron pita valensi ke pita konduksi dimana terbentuk pasangan elektron pada pita konduksi (e-pk) dan lubang positif pada valensi (h+pv).

2.4 Hidrogen
Hidrogen berasal dari bahasa yunani, hydro yang artinya air, dan genes yaitu pembentukan. Hidrogen telah digunakan bertahun-tahun sebelum akhirnya dinyatakan sebagai unsur yang unik oleh Cavendish di tahun 1776. Dinamakan hidrogen oleh Lavoisier, hidrogen adalah unsur yang terbanyak dari semua unsur di alam semesta. Elemen-elemen yang berat pada awalnya dibentuk dari atom-atom hidrogen atau dari elemen-elemen yang mulanya terbuat dari atom-atom hidrogen.
Hidrogen diperkirakan membentuk komposisi lebih dari 90% atom-atom di alam semesta (sama dengan tiga perempat massa alam semesta). Unsur ini ditemukan di bintang-bintang dan memainkan peranan yang penting dalam memberikan sumber energi jagat raya melalui reaksi proton-proton dan siklus karbon-nitrogen. Proses fusi atom-atom hidrogen menjadi helium di matahari menghasilkan jumlah energi yang sangat besar.
Dikenal tiga isotop hidrogen, yaitu 1H, 2H (deuterium atau D) dan 3H (tritium atau T). Walaupun efek isotop paling besar bagi hidrogen, untuk membenarkan penggunaan nama yang berlainan bagi dua isotop yang lebih berat, maka sifat-sifat kimia H, D, dan T pada hakikatnya serupa kecuali dalam hal-hal seperti laju dan tetapan kesetimbangan reaksi. Bentuk normal unsurnya adalah molekul diatom, berbagai kemungkinannya ialah H2, D2, T2, HD, HT, DT.
Hidrogen molekular berupa gas tidak bewarna, tidak berbau (titik beku 20,28oK), sebenarnya tidak larut dalam air. Paling mudah dibuat melalui reaksi asam encer dengan logam seperti Zn atau Fe, dan melalui elektrolisis air.
Hidrogen tidaklah luar biasa reaktif. Hidrogen terbakar di udara membentuk air, serta akan bereaksi dengan oksigen dan halogen dengan disertai ledakan pada kondisi tertentu. Pada suhu tinggi gas tersebut akan mereduksi banyak oksida, baik menjadi oksida yang lebih rendah ataupun menjadi logamnya. Dengan adanya katalis yang sesuai di atas suhu kamar, ia bereaksi dengan N2 membentuk NH3. Dengan logam elektropositif dan kebanyakan nonlogam ia membentuk hidrida.12
Hidrogen banyak digunakan untuk mengikat nitrogen dengan unsur lain dalam proses Haber (memproduksi amonia) dan untuk proses hidrogenasi lemak dan minyak. Hidrogen juga digunakan dalam jumlah yang banyak dalam produksi methanol, di dealkilasi hidrogen (hydrodealkylation), katalis hydrocracking, dan sulfurisasi hidrogen. Kegunaan-kegunaan lainnya termasuk sebagai bahan bakar roket, memproduksi asam hidroklorida, mereduksi bijih-bijih besi dan sebagai gas pengisi balon. Daya angkat 1 kaki kubik gas hidrogen sekitar 0.07 lbf pada suhu 0oC dan tekanan udara 760 mmHg.
Baterai yang berbahan bakar hidrogen (Hydrogen Fuel cell) adalah teknologi baru yang sedang dikembangkan, di mana tenaga listrik dalam jumlah besar dapat dihasilkan dari gas hidrogen. Pabrik-pabrik baru dapat dibangun dekat dengan laut untuk melakukan proses elektrolisis air laut guna memproduksi hidrogen. Gas yang bebas polusi ini lantas dapat dialirkan melalui pipa-pipa dan disalurkan ke daerah-daerah pemukiman dan kota-kota besar. Hidrogen dapat menggantikan gas alam lainnya, bensin, agen dalam proses metalurgi dan berbagai proses kimia (penyulingan), dan mengubah sampah menjadi metan dan etilen. Kendala-kendala yang ada untuk mewujudkan impian tersebut masih banyak. Di antaranya persetujuan publik, penanaman modal yang besar dan harga hidrogen yang masih jauh lebih mahal ketimbang bahan bakar lainnya sekarang.

2.4.1 Pembuatan Hidrogen
Ada beberapa metode yang lain dalam pembuatan gas hidrogen yang telah kita kenal. Namun semua metode pembuatan tersebut prinsipnya sama, yaitu memisahkan hidrogen dari unsur lain dalam senyawanya. Tiap-tiap metode memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Tetapi secara umum parameter yang dapat dipertimbangkan dalam memilih metode pembuatan H2 adalah biaya, emisi yang dihasilkan, kelayakan secara ekonomi, skala produksi, dan bahan baku.
1. Sistem Reforming
Dalam proses ini, gas alam seperti metana, propana, atau etana direaksikan dengan steam (uap air) pada suhu tinggi (700-1000oC) dengan bantuan katalis, untuk menghasilkan hidrogen, karbon dioksida, dan karbon monoksida. Sebuah reaksi samping juga terjadi antara karbon monoksida dengan steam, yang menghasilkan hidrogen dan karbon dioksida. Persamaan reaksi yang terjadi pada proses ini adalah :
CH4 + H2O CO + 3 H2
CO + H2O CO2 + H2
Gas hidrogen yang dihasilkan kemudian dimurnikan dengan memisahkan karbon dioksida dengan cara penyerapan. Saat ini, steam reforming banyak digunakan untuk memproduksi gas hidrogen secara komersil di berbagai sector industri diantaranya industri pupuk dan hidrogen peroksida (H2O2). Akan tetapi metode produksi seperti ini sangat tergantung dari ketersediaan gas alam yang terbatas, serta menghasilkan gas CO2 sebagai gas efek rumah kaca.
2. Gasifikasi Biomasa
Metode yang kedua adalah gasifikasi biomasa atau bahan alam seperti jerami, limbah padat rumah tangga atau kotoran. Di dalam prosesnya, bahan-bahan tadi dipanaskan pada suhu tinggi dalam sebuah reaktor. Proses pemanasan ini mengakibatkan ikatan molekul dalam senyawa yang ada menjadi terpecah dan menghasilkan campuran gas yang terdiri dari hidrogen, karbon monoksida dan metana. Selanjutnya dengan cara yang sama seperti pada sistem reforming, metana yang dihasilkan diubah menjadi gas hidrogen.
Gasifikasi biomassa atau bahan organik memiliki beberapa keunggulan, antara lain menghasilkan lebih sedikit karbon dioksida, sumber bahan baku yang berlimpah dan terbarukan, bisa diproduksi di hampir seluruh tempat di dunia serta biaya produksi yang lebih murah.
3. Gasifikasi Batu Bara
Gasifikasi batu bara merupakan metode pembuatan gas hidrogen tertua. Biaya produksinya hamper dua kali lipat dibandingkan dengan metode steam reforming gas alam. Selain itu, cara ini uga menghasilan emisi gas buang yang signifikan. Karena selain CO2 juga dihasilkan senyawa sulfur dan karbon monoksida.
Melalui cara ini, batu bara pertama-tama dipanaskan pada suhu tinggi dalam sebuah reaktor untuk mengubahnya menjadi fasa gas. Selanjutnya, batu bara direaksikan dengan steam dan oksigen, yang kemudian menghasilkan gas hidrogen, karbon monoksida, dan karbon dioksida.
4. Eletrolisa Air (H2O)
Elektrolisa air memanfaatkan arus listrik untuk menguraikan air menjadi unsur-unsur pembentuknya, yaitu H2 dan O2. Gas hidrogen muncul di kutub negative atau katoda dan oksigen berkumpul di kutub positif atau anoda. Hidrogen yang dihasilkan dari proses elektrolisa air berpotensi menghasilkan zero emission , apabila listrik yang dihasilkan dari generator listrik bebas polusi seperti energi angin atau panas matahari. Namun demikian dari sisi konsumsi energi, cara ini memerlukan energi listrik yang cukup besar.

2.5 Tanah Gambut
Tanah gambut merupakan tanah yang berlapisan sepuk atau gambut yang cukup tebal yang terdiri atas sisa jaringan tumbuhan yang tumbuh dalam rawa (timbunan residu) dan tanah gambut merupakan hasil pengendapan bahan organik yang terdekomposisi secara tidak sempurna. Gambut merupakan zat polimer yang mengandung gugus karboksilat dan fenol. Sifat asam air gambut juga disebabkan adanya tanah lempung yang mengandung sulfida dan kemudian teroksidasi menjadi asam sulfat.
Lahan gambut tersebar di Indonesia di daerah pantai timur pulau Sumatera, pantai barat dan selatan pulau Kalimantan, dan pantai selatan dan utara pulau Irian Jaya. Kedalaman gambut dan tanah mineral yang ada di bawahnya sangat menentukan komposisi kimia tanah gambut.
Berdasarkan lingkungan tumbuh dan pengendapannya, gambut dapat dibagi atas dua jenis, yaitu :
1. Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur, dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
2. Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.
2.5.1 Karakteristik Air Rawa Gambut
Air rawa gambut adalah air permukaan tanah bergambut yang bewarna merah kecoklatan, kandungan senyawa organiknya tinggi, rasa asam (pH 2-5), dan tingkat kesadahan yang rendah. Air rawa gambut ini tidak memenuhi syarat sebagai air minum. Keasaman tanah gambut berhubungan dengan asam-asam organik, dimana tingkat keasaman tanah gambut berhubungan dengan asam-asam organik, dimana tingkat keasaman tanah gambut akan semakin tinggi dengan semakin tebalnya lapisan gambut.
Secara umum, senyawa organik pada air rawa gambut berdasarkan tingkat kematangan senyawa organiknya terbagi dua :
1. Senyawa organik yang belum terhumifikasi terdiri atas lapisan lignin, steroid, karbohidrat, triterpenoid, asam amino, vitamin, kitin, resin, dan lilin.
2. Senyawa organik yang telah terhumifikasi, dikenal dengan material humus/humat yang terdiri dari senyawa humat dan merupakan akhir proses penguraian.
Secara operasional, material humat yang terdapat dalam air rawa gambut dibagi menjadi tiga fraksi utama, yaitu :
1. Asam humat, yaitu fraksi senyawa humat yang larut dalam basa dan tidak larut dalam air bila pH < 2 (asam)
2. Asam fulvat, yaitu fraksi senyawa humat yang larut dalam asam dan mengendap dalam basa.
3. Asam humin, yaitu senyawa humat yang tidak larut dalam air pada semua nilai pH (asam dan basa).
Kualitas air rawa gambut dipengaruhi oleh karakteristik daerahnya, antara lain tekstur tanah, tumbuhan yang tumbuh di atasnya, ketebalan, dan unsur humus. Apabila manusia mengkonsumsi air yang mengandung zat organik akan menyebabkan terganggunya metabolisme tubuh, pencernaan, aliran darah, dan reproduksi sel yang dapat menimbulkan penyakit kronis dan akut, bahkan ada yang berujung kematian.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Elektrokimia Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas Padang. Penelitian dilakukan dari bulan Maret – Juli 2010.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat yang digunakan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor kuarsa, alat yang dimodifikasi dengan penambahan lampu UV λ = 254 nm (Philips, germicide tekanan rendah 15 W), buret 50 mL, Scanning Electron Microscope (SEM), pH-meter (AB 15, Fisher Scientific), neraca analitik, kaca arloji, stop watch, furnace, magnetic stirrer, dan alat-alat gelas lainnya.

3.2.2 Bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain : sampel air rawa gambut, TIP ( titanium Isoproksida), DEA (dietanol amin), isopropanol, sabun cair, asam klorida, natrium hidroksida, dan aquadest.

3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan TiO2 nanopartikel
Pembuatan Titanium dioksida (TiO2) nanopartikel dilakukan dengan menambahkan pelarut alkohol (isopropanol) ke dalam DEA (dietanol amin) sambil diaduk dengan stirer, dilanjutkan dengan penambahan TIP ( titanium Isoproksida), dan kemudian dilakukan pengadukan selama ± 4 jam pada suhu kamar. Perbandingan komposisi TIP dan DEA yang digunakan yaitu 1:2 (konsentrasi TIP 0,5 M) di dalam 20 mL larutan. Kemudian uapkan pelarut pada suhu 100oC-110oC selama 30 menit, dan dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 400oC selama 30 menit untuk proses kalsinasi. TiO2 nanopartikel yang dihasilkan dikarakterisasi dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM).

3.3.2 Pembuatan Gelembung Sabun
Gelembung sabun dibuat dengan mengencerkan sabun cair dengan air dalam jumlah tertentu sampai larutan sabun agak pekat. Kemudian sabun dimasukan ke dalam buret dengan menutup kran buret terlebih dahulu sehingga seluruh dinding buret dibasahi oleh sabun. Kelebihan cairan sabun dikeluarkan dan buret ditiup secara perlahan hingga terbentuk gelembung sabun. Buret ditiup hingga gelembung sabun menunjukan skala tertentu pada buret. Setelah itu hubungkan buret dengan reaktor fotolisis. Gelembung sabun digunakan untuk menentukan berapa jumlah volume gas hidrogen yang terbentuk.

3.3.3 Pembuatan Larutan Sampel dengan pengaturan pH
Air rawa gambut dan TiO2 nanopartikel dimasukan ke dalam gelas piala dan diatur pH larutan. Untuk pengaturan pH asam dilakukan dengan penambahan HCl dan untuk pengaturan pH basa dengan penambahan NaOH. Kemudian pH larutan dicek dengan pHmeter. Larutan sampel yang telah dipersiapkan dimasukan ke dalam reaktor kuarsa dan difotolisis selama 7 jam.

3.3.4 Fotokatalisis Air Rawa Gambut
Fotokatalisis air rawa gambut dilakukan pada beberapa perlakuan kondisi yang berbeda, berupa variasi pH. Ke dalam tabung sampel (B) pada Gambar 2, dimasukkan sampel air rawa gambut dengan pH tertentu dan ditambahkan serbuk TiO2 nanopartikel. Kemudian dilakukan penyinaran selama beberapa menit. Gas yang terbentuk akan mengalir melalui pipa atau selang menuju buret yang akan mendorong busa sabun yang terdapat di dalam buret sehingga diketahui volume gas yang terbentuk.


Gambar 2. Model percobaan fotokatalisis air rawa gambut

Keterangan gambar :
A = Lampu UV sebagai sumber sinar untuk fotolisis (λ = 254 nm)
B = Tempat sampel (reaktor kuarsa)
C = Pipa atau selang tempat mengalirnya gas
D = Buret yang berisi gelembung sabun
E = Klem/standar
F = Gelembung sabun

3.3.5 Uji Pembentukan Gas Hidrogen
Uji pembentukan gas hidrogen dilakukan dengan menggunakan nyala lilin. Nyala lilin diletakkan dekat selang tempat keluar gas hidrogen. Perubahan nyala lilin yang terbentuk diamati dan dibandingkan dengan nyala lilin yang dijauhkan dari selang.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi TiO2 nanopartikel (yang diperoleh melalui metode sol-gel) dengan Scanning Electron Microscopy


(a) ( b)

Gambar 3 : Hasil karakterisasi TiO2 dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
(a) Perbesaran 5000X ; (b) Perbesaran 14000X

Karakterisasi TiO2 dengan menggunakan SEM memperlihatkan bahwa partikel TiO2 yang dihasilkan berbentuk granular dan tidak homogen. Pecahan partikel TiO2 yang sebenarnya berbentuk granular ini disebabkan karena pemberian panas yang tidak konstan pada saat proses kalsinasi. Range ukuran partikel TiO2 yang disintesis adalah sekitar 91 nm – 4 µm. Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa katalis TiO2 yang disintesis terbukti berukuran nanopartikel, karena ukuran nano berkisar 1 – 100 nm. meskipun masih ada partikel yang berada dalam ukuran mikrometer karena TiO2 yang dihasilkan tidak homogen.

4.2 Pembentukan Gas Pada Fotokatalisis Air Rawa Gambut oleh Serbuk TiO2 nanopartikel pada Berbagai Variasi pH
Pembentukan gas pada fotolisis air pada gambar 4 :

Gambar 4 : Volume gas yang dihasilkan pada fotolisis air dan air rawa gambut.

Pada gambar 4 terlihat bahwa fotolisis air secara langsung untuk pembentukan gas H2. Pada fotolisis air volume gas yang terbentuk sebanyak 3,4 mL, sedangkan pada fotolisis air rawa gambut volumen gas yang terbentuk sebanyak 3,1 mL. Fotolisis air secara langsung untuk pembentukan H2 melaui homolisis air menghasilkan H• dan OH•. H• yang terbentuk akan bergabung membentuk gas H2 dan OH• bergabung membentuk H2O dan gas O2 . Jadi, dalam reaksi ini disamping pembentukan gas O2 juga akan terbentuk H2. H2 dan O2 akan dapat bereaksi kembali membentuk molekul air. Hal ini tentunya tidak diharapkan, untuk itulah kedalam reaksi ini ditambahkan sacrificial agent. Di dalam sampel air rawa gambut telah mengandung senyawa humat yang dapat berperan sebagai sacrificial agent. Sebagian OH• yang terbentuk akan mendegradasi senyawa humat yang terdapat dalam air rawa gambut, sehingga pembentukan gas O2 dapat dicegah/dikurangi yang dapat diamati dari berkurangnya volume gas yang terbentuk pada fotolisis air rawa gambut.
Pembentukan gas pada penyinaran air rawa gambut dapat dilihat pada Gambar 5 :


Gambar 5 : Volume gas yang dihasilkan pada fotokatalisis air rawa gambut oleh serbuk TiO2 nanopartikel pada berbagai variasi pH

Reaksi yang terjadi pada fotokatalisis air terbagi 2, yaitu reaksi yang terjadi pada pita konduksi dan pita valensi. Beberapa reaksi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut : Di dalam air selalu terdapat ion H+ dan OH- dengan jumlah yang sangat kecil tergantung pH.
H2O H+ + OH-
 Pada pita konduksi
O2 + 2 e- O22-
O22- + 2 H+ H2O2 H2O + ½ O2
 Pada pita valensi
2 OH- + 2 h+ 2 OH•
2 OH• H2O2 H2O + ½ O2

Bila reaksi berlangsung seperti ini, maka tidak mungkin terbentuk H2 pada permukaan katalis, karena yang terbentuk adalah O2 kembali. Dari pengamatan terlihat adanya pembentukan gas, oleh sebab itu kemungkinan reaksi lainnya pada permukaan katalis adalah sebagai berikut :
 Pada pita konduksi
a. 2 H+ + 2 e- 2 H•
2 H• H2
 Pada pita valensi
2 OH- + 2 h+ 2 OH•
2 OH• H2O2 H2O + ½ O2

Jadi, dalam reaksi ini disamping pembentukan gas O2 juga akan terbentuk H2. H2 dan O2 akan dapat bereaksi kembali membentuk molekul air. Hal ini tentunya tidak diharapkan, untuk itulah kedalam reaksi ini ditambahkan sacrificial agent. Di dalam sampel air rawa gambut telah mengandung asam humat yang dapat berperan sebagai sacrificial agent. Sacrificial agent berfungsi untuk mengurangi terbentuknya O2 pada pita valensi (untuk menangkap sebagian OH•)

Gambar 5 menunjukan volume gas yang terbentuk selama penyinaran sampel air rawa gambut. Volume gas yang terbentuk pada penyinaran air rawa gambut mencapai 3,1 mL. Pada proses ini selain terbentuk H2 kemungkinan masih ada terbentuk sedikit O2. Adanya oksigen yang terbentuk menyebabkan H2 dan O2 bereaksi kembali membentuk H2O sehingga semakin sedikit gas yang dihasilkan. Sedikitnya gas yang dihasilkan menyebabkan pergerakan gelembung menjadi sedikit. Setelah penyinaran selama 315 menit terlihat kurvamendatar dengan kata lain volume gas tidak bertambah lagi. Hal ini disebabkan karena tercapainya kesetimbangan antara pembentukan gas O2 dan H2 dengan pembentukan molekul H2O.
Adanya penambahan katalis TiO2 (pH larutan 7,48) menyebabkan terjadinya penurunan jumlah gas yang dihasilkan. Pada Gambar 3 terlihat volume gas yang terbentuk selama penyinaran hanya mencapai 2,7 mL. Peran TiO2 sebagai katalis menyebabkan asam humat yang terdapat dalam air rawa gambut bereaksi lebih cepat dengan OH• sehingga mengurangi terbentuknya gas O2 yang secara langsung dapat diamati dengan penurunan volume gas.
Pada pH asam yaitu pH 1.57, volume gas yang terbentuk mengalami penurunan. Tetapi pada pH 3.00 dan 5.13 volume gas yang terbentuk hampir sama dengan pada pH 7.48. Disini terlihat apabila pH larutan diturunkan (pH asam) terjadi juga penurunan volume gas yang terbentuk Bila larutan diasamkan maka OH• akan lebih cepat lagi bereaksi dengan asam humat karena terserap pada permukaan TiO2 sehingga pembentukan O2 akan dicegah/dikurangi. Sebaliknya, pada pH basa (pH 10.14 – 14.00) volume gas lebih banyak terbentuk kembali mendekati volume gas yang terbentuk pada penyinaran air rawa gambut. Naiknya volume gas tersebut disebabkan karena pada pH tinggi maka asam humat akan terion dan menyebabkannya sulit terserap pada permukaan TiO2, akibatnya OH• bergabung kembali membentuk O2. Terbentuknya O2 akan meningkatkan kembali volume gas yang dihasilkan.

4.3 Uji Pembentukan Gas Hidrogen
Uji nyala dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hidrogen yang dihasilkan. Pengujian dilakukan dengan melihat perbedaan yang terjadi pada nyala lilin saat sampel disinari. Ketika pipa tempat keluarnya gas diarahkan pada lilin, setelah penyinaran dilakukan beberapa menit dapat terlihat tejadinya perbedaan nyala lilin dimana nyala yang dihasilkan lebih kuat dibandingkan dengan nyala yang jauh dari selang/pipa tempat keluarnya gas. Dari pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan dalam percobaan ini dihasilkan gas hidrogen.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan diantaranya :
1. pH mempengaruhi fotokatalisis air rawa gambut dalam pembentukan gas hidrogen.
2. Senyawa humat dalam air rawa gambut dapat bertindak sebagai sacrificial agent dan berfungsi lebih efektif pada suasana asam dibandingkan pada suasana basa, yaitu pada pH 1,57.
5.2 Saran
Agar hasil penelitian ini dapat diaplikasikan maka dibutuhkan penelitian lebih lanjut yaitu dengan memisahkan produk fotolisis secara langsung sehingga dapat diketahui jumlah gas H2 secara lebih tepat dan diharapkan metoda ini dapat dikembangkan sehingga gas hidrogen dapat diproduksi dalam skala besar untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif.


DAFTAR PUSTAKA


1. Pembudi, A. Pemanfaatan Biogas Sebagai Energi Alternatif. UGM. (25 Februari 2008)
2. I. Kazuyoshi, Y. Takashi, U. Ugur, I. Shintaro, Altuntasogglu, K. Michio, M. Yasumichi. 2006. Photoelecthrochemical Oxidation of Methanol on Oxide Nanosheets, J. Physical Chemistry, 110, 4465-4650
3. W, Zhoung-Sheng, S. Takayoshi, M. Masaru, E. Yasuo, T. Tomohiro, W. Lianzhou, W. Mamoru. 2003. Self-Assembled Multylayers of Titania Nanoparticles and Nanosheets with Polyelectrolytes. Chem. Mater, p 3829-3831
4. H. Yoshida, K. Hirao, J. Nishimoto, K. Shimura, S. Kato, H, Itoh, T. Hattori. 2008. Hydrogen Produktion from Methane and Water on Platinum Loaded Titanium Oxide Photocatalysts. J. Physical Chemistry. 14, 5542-5547.
5. Gunlazuardi, J. 2001. Fotokatalisis Pada Permukaan TiO2 : Aspek Fundamental dan Aplikasinya. Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Indonesia.
6. Mulia, V. 2009. Fotolisis Air dengan Adanya Etanol dan Katalis TiO2. Skripsi Sarjana, Jurusan Kimia FMIPA UNAND, Padang.
7. Mulya, P. S. 2010. Pengaruh Udara Terhadap Fotolisis Air oleh Serbuk TiO2 Dengan Adanya Kalium Iodida. Skripsi Sarjana, Jurusan Kimia, FMIPA UNAND, Padang.
8. Putra, H. C. 2010. Pengaruh Udara Terhadap Fotolisis Air oleh Serbuk TiO2 dengan adanya sukrosa. Skripsi Sarjana, Jurusan Kimia, FMIPA UNAND, Padang.
9. Aziz, H., Alif, A., dan Safni., Proses Primer dalam Fotokimia, FMIPA UNAND, Padang, 1995, hal. 43-50.
10. Andre J, C. et al. 1998. Industrial Photochemistry, J of Photochemistry and Photobiology. A. Chemistry, 42, 386-396.
11. D. Masafumi, O. Shoichi, H. Mamoru. 2001. Numerical Simulation of Influence of Hydrogen Peroxide Photolysis on Water Chemistry in BWR Plant. J. of Nuclear Science and Technology, 38, 8, 637-644.
12. Cotton, F. A, dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar, UI Press, Jakarta.
13. Kusnaedi, 2000. Mengolah Air Gambut dan Air kotor untuk Air Minum, Penebar Swadaya, Jakarta, hal 3-6,10-11,23-24.
14. Fujhisima, A. K. Honda, 1972. Electrochemical Ptotolysis of Water at A Semiconductor Electrode, Nature, 238, 37-8

Lampiran 1. Data pengamatan volume gas yang terbentuk selama fotokatalisis air rawa gambut oleh serbuk TiO2 nanopartikel pada berbagai variasi pH
Waktu Air Rawa Air Rawa Gambut + TiO2 nanopartikel (mL)
(menit) Gambut (mL) pH 1.57 pH 3.00 pH 5.13 pH 7.48 pH 8.31 pH 10.14 pH 12.55 pH 14.00
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 1.2 0.6 0.7 0.8 0.9 0.6 1.0 0.7 0.8
30 1.6 0.9 1.2 1.1 1.3 1.1 1.7 1.3 1.4
45 2.0 1.4 1.4 1.5 1.6 1.5 1.9 1.7 1.8
60 2.0 1.7 1.6 2.0 1.8 1.7 2.2 1.8 2.0
75 2.1 1.7 1.7 2.0 1.9 1.7 2.3 1.8 2.1
90 2.2 1.8 1.8 2.0 2.0 1.8 2.3 1.9 2.2
105 2.3 1.8 1.9 2.2 2.2 1.9 2.3 2.1 2.2
120 2.4 1.9 2.0 2.2 2.3 2.0 2.6 2.1 2.3
135 2.4 2.0 2.0 2.2 2.3 2.0 2.6 2.2 2.3
150 2.4 2.1 2.1 2.2 2.4 2.1 2.6 2.4 2.4
165 2.4 2.1 2.2 2.4 2.5 2.2 2.6 2.5 2.4
180 2.4 2.1 2.3 2.5 2.5 2.2 2.7 2.6 2.5
195 2.4 2.2 2.3 2.5 2.6 2.2 2.7 2.6 2.6
210 2.5 2.3 2.3 2.5 2.6 2.2 3.0 2.6 2.6
225 2.6 2.3 2.3 2.6 2.6 2.3 3.0 2.7 2.7
240 2.6 2.3 2.5 2.7 2.6 2.3 3.0 2.7 2.7
255 2.7 2.3 2.5 2.7 2.6 2.4 3.0 2.7 2.8
270 2.7 2.3 2.5 2.7 2.6 2.4 3.0 2.8 2.8
285 2.8 2.3 2.5 2.7 2.6 2.4 3.0 2.8 2.9
300 2.9 2.4 2.6 2.7 2.7 2.5 3.0 2.8 2.9
315 3.0 2.4 2.6 2.7 2.7 2.5 3.0 2.8 2.9
330 3.0 2.4 2.6 2.8 2.7 2.5 3.0 2.8 2.9
345 3.0 2.4 2.6 2.8 2.7 2.5 3.0 2.9 2.9
360 3.0 2.4 2.6 2.8 2.7 2.5 3.1 2.9 3.0
375 3.0 2.4 2.6 2.8 2.7 2.5 3.1 2.9 3.0
390 3.1 2.4 2.6 2.8 2.7 2.6 3.1 2.9 3.0
405 3.1 2.4 2.6 2.8 2.7 2.6 3.1 2.9 3.0
420 3.1 2.4 2.7 2.8 2.7 2.6 3.1 2.9 3.0

Lampiran 2. Gambar perubahan nyala lilin yang terbentuk selama penyinaran dengan sinar UV


(a) (b)
(a) Nyala lilin yang jauh dari selang/pipa
(b) Nyala lilin yang dekat dari selang/pipa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar