<<< Lembaga Kajian Ilmiah Mahasiswa >>>

::Wilujeung Sumping di Weblog LKIM UNAND Padang::. Semoga site gratisan ini bukan hanya menambah literatur-literatur dalam dunia kepenulisan, tetapi juga lebih khusus untuk menambah khazanah keilmuan science dan keislaman, karena di masa kebangkitan seperti sekarang ini (menurut sejarah islam) yang sebelumnya Islam di Andalusia (Spanyol) begitu kuat dan hebatnya, harus tunduk dan hancur oleh kaum Hulagu dari bangsa Bar-Bar, oleh karena itu kita pun di harapkan untuk selalu berkarya, baik melalui dunia kepenulisan, dunia jurnalistik maupun yang lainnya, karena memang tidak bisa kita pungkiri bahwa Islam khususnya yang ada di Indonesia ini sangat butuh dengan orang-orang yang profisional dalam bidangnya masing-masing. Nah...site ini pun tampil untuk menunjukkan bahwa kami ingin menambah khazanah keislaman dalam berkarya, walaupun hanya sebutir debu di padang pasir, tetapi akan sangat bermakna jika kita mendalaminya, Amin

Senin, 20 Desember 2010

ESTRUS-LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI REPRODUKSI

Sistem reproduksi memiliki 4 dasar yaitu untuk menghasikan sel telur yang membawa setengah dari sifat genetik keturunan, untuk menyediakan tempat pembuahan selama pemberian nutrisi dan perkembangan fetus dan untuk mekanisme kelahiran. Lokasi sistem reproduksi terletak paralel diatas rektum. Sistem reproduksi dalam terdiri dari ovari, oviduct, dan uterus (Shearer, 2008).

Ovari merupakan organ reproduki yang penting. Terdapat dua ovari yaitu sebelah kanan dan kiri. Besarnya sekitar 1,5 inci dengan tebal sekitar 1 inci dan terletak di dalam suatu membran seperti kantungn ovarian bursa. Ovari bertanggung jawab pada sekresi hormon estrogen dan progesterone dan produksi telur yang baik untuk dibuahi. Telur-telur mulai matang di ovari dalam suatu cairan berisi folikel. Pertumbuhan folikel diatur oleh hormon pituitary, yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH). Selanjutnya sel yang mana dibatasi oleh folikel dan dikelilingi sel telur akan mensekresikan estrogen untuk merespon jumlah hormone pituitary hormone lainnya meningkat yaitu Luteinizing Hormone (LH). Jumlah estrogen mencapai maksimum pada saat fase standing heat. Diikuti dengan meningginya LH pada telur yang dilepaskan dari folikel dan ovulasi yang terjadi (Shearer, 2008).

Oviduct merupakan tabung panjang yang menghubungkan ovari dengan uterus. Di ujung terdekat ovari, oviduct dilebarkan ke dalam infundibulum. Selama fase estrus, posisi infundibulum mengelilingi ovari untuk menjaga sel telur yang terovulasi di dalam oviduct. Oleh karena itu, di dalam oviduct, sel telur berjalan ke arah uterus (Shearer, 2008).
Uterus berbentuk Y terdiri dari kanan dan kiri yang terhuung pada oviduct. Jalan dai kedua tanduknya membentuk tubuh uterus. Uterus berfungsi untuk membawa sel sperma menuju oviduct dan membawa nutrisi dan menyediakan tempat untuk perkembangan janin. Pada anak sapi dinding muskular uterus mempunyai kemampuan untuk ekspulsi pada janin (Shearer, 2008).

2.2 Definisi dan Periode di dalam Siklus Estrus
Siklus estrus adalah waktu antara periode estrus. Betina memiliki waktu sekitar 25-40 hari pada estrus pertama. Mencit merupakan poliestrus dan ovulasi terjadi secara spontan.durasi siklus estrus 4-5 hari dan fase estrus sendiri membutuhkan waktu. Tahapan pada siklus estrus dapat dilihat pada vulva. Fase-fase pada siklus estrus diantaranya adalah estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus. Periode-periode tersebut terjadi dalam satu siklus dan serangkaian, kecuali pada saat fase anestrus yang terjadi pada saat musim kawin (Nongae, 2008).
Fase proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan berhentinya progesteron dan memperluas untuk memulai estrus. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang sangat cepat. Akhir periode ini adalah efek estrogen pada sistem saluran dan gejala perilaku perkembangan estrus yang dapat diamati (Nongae, 2008). Menurut Shearer (2008), fase proestrus berlangsung sekitar 2-3 hari dan dicirikan dengan pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. Peningkatan jumlah estrogen menyebabkan pemasokan darah ke sistem reproduksi untuk meningkatkan pembengkakan sistem dalam. Kelenjar cervix dan vagina dirangsang untuk meningkatkan aktifitas sekretori membangun muatan vagina yang tebal.
Fase estrus merupakan periode waktu ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan. Ovulasi berhubungan dengan fase estrus, yaitu setelah selesai fase estrus (Nongae, 2008). Pada fase ini estrogen bertindak terhadap sistem saraf pusat. Selama fase ini sapi menjadi sangat kurang istirahat yang kemungkinan dapat kehilangan dalam memperoduksi susu selama fase ini berlangsung. Pasokan darah ke dalam sistem reproduksi meningkat dan sekresi kelenjar dirangsang dengan membangun viscid mucus yang dapat diamati pada vulva. Kira-kira setelah 14-18 jam, fase estrus mulai berhenti. Selanjutnya betina tidak mengalami ovulasi hingga setelah fase estrus (Shearer, 2008).

Fase metestrus diawali dengan penghentian fase estrus Umumnya pada fase ini merupakan fase terbentuknya corpus luteum sehingga ovulasi terjadi selama fase ini. Selain itu pada fase ini juga terjadi peristiwa dikenal sebagai metestrus bleeding (Nongae, 2008).
Fase diestrus merupakan fase corpus luteum bekerja secara optimal. Pada sapi hal ini di mulai ketika konsentrasi progresteron darah meningkat dapat dideteksi dan diakhiri dengan regresi corpus luteum. Fase ini disebut juga fase persiapan uterus untuk kehamilan (Nongae, 2008). Fase ini merupakan fase yang terpanjang di dalam siklus estrus. Terjadinya kehamilan atau tidak, CL akan berkembang dengan sendirinya menjadi organ yang fungsional yang menhasilkan sejumlah progesterone. Jika telur yang dibuahi mencapai uterus, maka CL akan dijaga dari kehamilan. Jika telur yang tidak dibuahi sampai ke uterus maka CL akan berfungsi hanya beberapa hari setelah itu maka CL akan meluruh dan akan masuk siklus estrus yang baru (Shearer, 2008).
Ciri- ciri lain dari siklus estrus pada mencit adalah pada fase diestrus, vagina terbuka kecil dan jaringan berwarna ungu kebiruan dan sangat lembut. Pada fase proestrus, jaringan vagina berwarna pink kemerahan dan lembut. Pada fase estrus, vagina mirip dengan pada saat fase proestrus, namun jaringannya berwarna pink lebih terang dan agak kasar. Pada fase metestrus 1, jaringan vagina kering dan pucat. Pada metestrus II, vagina mirip metestrus 1 namun biobir vagina edematous (Hill, 2006).


2.3 Hormon Pengendali Siklus Estrus pada Mencit

Regulasi pada siklus estrus melibatkan interaksi resiprokal antara hormon reproduksi dari hypothalamus, anterior pituitry, dan sel-sel telur. Interaksi antara uterus dengan sel-sel telur juga penting. PGF2 dari uterus merupakan luteolysin alami yang menyebabkan regresi corpus luteum dan penghentian produksi progesteron (Nongae, 2008).
Progesteron memiliki peranan dominan dalam meregulasi siklus estrus. Selama fase diestrus corpus luteum yang bekerja dengan optimal, konsentrasi progesteron yang tinggi menghambat pelepasann FSH dan LH melalui kontorl umpan balik negatif dari hypothalamus dan anterior pituitary. Progesteron juga menghambat perilaku estrus. Diharapkan pada kondisi kehamilan , konsentrasi progesterone yang tinggi menghambat pelepasan hormon gonadotropin sebaik menghambat perilaku estrus penigkatan kecil pada LH yang terjadi selama fase diestrus merupakan faktor untuk mempertahankan fungsi corpus luteum. Pada pertengahan fase diestrus meningkatkan pertumbuhan folikel dan estrogen, yang dididahului dengan menigkatnya FSH, yang sebenarnya merupakan perubahan kecil jika dibandingkan pada perubahan yang terjadi selama fase estrus. Jika betina tidak mengalami kehamilan selama fase awal estrus, PGF2 akan dilepaskan dari uterus dan dibawa menuju ovari (Nongae, 2008).


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Siklus Estrus ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 29 April 2008, pukul 13.00 WIB - Selesai, di Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Siklus Estrus ini antara lain mikroskop cahaya, gelas obyek, gelas penutup, pipet, cotton bud, mencit betina berusia 2-3 bulan, mencit jantan, larutan alkohol fiksatif 70%, larutan Phosphat Buffer Saline (PBS) dan larutan pewarna giemsa.

3.3 Cara Kerja
Cotton bud dibilas dengan akuades dan dimasukkan ke dalam vagina mencit betina dengan sudut ± 45 C dan diusap sebanyak 2-3 kali putaran. Hasil usapan dari cotton bud dibuat preparat apusan. Preparat apusan dimasukkan ke dalam larutan alkohol fiksatif 70% selama 10 menit, kemudian diangkat dan dikeringanginkan. Apusan lalu dimasukkan ke dalam larutan Phosphat Buffer Saline (PBS) selama 5 menit, dibilas dengan air mengalir dan dikeringanginkan. Diamati morfologi sel epitel pada preparat yang telah dibuat di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100X) kemudian perbesaran kuat (400X). Pengamatan dilakukan selama 7 hari dan dicatat perbedaan-perbedaan sel yang didapat pada tiap-tiap siklus estrus.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur
Cotton bud dibilas dengan akuades bertujuan untuk membasahi dan menghaluskan kapas cotton bud agar agar tidak menimbulkan rasa sakit pada vagina mencit, selain itu juga bertujuan agar epitel vagina mencit mudah menempel pada kapas yang telah dibasahi. Selanjutnya cotton bud dimasukkan ke dalam vagina mencit betina dengan sudut ± 45 C bertujuan epitel vagina dapat menempel secara merata pada kapas cotton bud dan diusap sebanyak 2-3 kali putaran supaya diperoleh epitel vagina mencit dalam jumlah banyak. Hasil usapan dari cotton bud dibuat preparat apusan. Preparat apusan dimasukkan ke dalam larutan alkohol fiksatif 70% selama 10 menit, kemudian diangkat dan dikeringanginkan. Larutan alkohol 70% fikastif berfungsi untuk menghentikan aktivitas pembelahan sel tanpa merusak struktur sel dan mempertahankan keadaan sel seperti semula (Iqbal, 2008). Apusan lalu dimasukkan ke dalam larutan Phosphat Buffer Saline (PBS) selama 5 menit untuk menjaga kondisi fisiologi sel epitel dan mempertahankan pH, dibilas dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa PBS yang masih ada lalu dikeringanginkan. Selanjutnya apusan diberi pewarna Giemsa beberapa tetes ditunggu hingga mengering agar pewarna benar-benar meresap pada epitel. Giemsa sering digunakan untuk mewarnai kromosom dan juga jaringan-jaringan lain. Komponen aktif giemsa berupa eosin Y dan biru metilen (Sharma, 1976 dalam Sucipto, 2008).
Diamati morfologi sel epitel pada preparat yang telah dibuat di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (100X) kemudian perbesaran kuat (400X). Pengamatan dilakukan selama 7 hari dan dicatat perbedaan-perbedaan sel yang didapat pada tiap-tiap siklus estrus.


Fase Metestrus

Karakteristik:
Pada fase metestrus, histologi dari smear vagina menampakkan suatu fenomena kehadiran sel-sel yang bergeser dari sel-sel parabasal ke sel-sel superfisial, selain itu sel darah merah dan neutrofil juga dapat diamati
Sel-sel parabasal adalah sel-sel termuda yang terdapat pada siklus estrus. Karakteristik dari sel-sel parabasal adalah sebagai berikut:
1. Bentuknya bundar atau oval
2. Mempunyai bagian nukleus yang lebih besar daripada sitoplasma
3. Sitoplasmanya biasanya tampak tebal
4. Secara umum dengan pewarnaan berwarna gelap

(Widyawati, 2007).

Proses perubahan sel-sel parabasal menuju sel intermediet kemudian sel-sel superfisial dan sel-sel anucleate dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bentuk bundar atau oval perlahan-perlahan akan berubah menjadi bentuk poligonal atau bentuk tidak beraturan
Ukuran nuklei yang besar secara perlahan-lahan akan mengecil, pada beberapa kasus nuklei mengalami kematian atau rusak secara bersamaan
Ukuran sitoplasma akan lebih tipis daripada semula.
Karena ukuran sitoplasma lebih kecil dari semula maka sel-sel parabasal yang berwarna gelap akibat pewarnaan akan berubah menjadi sel-sel yang bewarna lebih cerah akibat pewarnaan yang sama.
Proses perubahan di atas dapat ditengarai sebagai salah satu proses pada siklus estrus (Taw, 2008).

Fase Estrus

Karakteristik:
Karakteristik sel pada saat estrus yaitu penampakan histologi dari smear vagina didominasi oleh sel-sel superfisial, tetapi terdapat kornifikasi pada hasil preparat, pengamatan yang berulang menampakkan sel-sel superfisialnya ada yang bersifat anucleate
Sel-sel parabasal dan superfisial mudah untuk dibedakan, sedangkan sel-sel intermediet adalah sel yang terletak diantara sel parabasal dan sel superfisial. pada saat nukleus mengecil, membentuk pyknotic maka sel ini dapat diklasifikasikan pada sel superfisial (Karaca dan Uslu, 2008).

Fase Diestrus

Karakteristik:
Fase diestrus ditandai dengan ciri-ciri berikut, diantanranya: terjadi pengurangan jumlah sel superfisial dari kira-kira 100% pada fase sebelumnya menjadi 20% pada fase diestrus. Selain itu, jumlah sel parabasal dalam apusan preparat vagina menjadi meningkat, hasil ini dperkuat dengan pengujian yang dilakukan pada hari berikutnya.

Menurut Karaca dan Uslu (2008), Ciri siklus estrus tidak dapat dipisahkan dari proses perubahan yang terjadi pada sel-sel epitelnya, untuk itu berikut adalah penjelasan mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan histologi sel epitel vagina:
Sel kornifikasi adalah tipe sel vagina yang paling tua dari sel parabasal, sel intermediate, sel superfisial, dan mempunyai ciri nukleus yang tidak lengkap.
Sel epitel adalah sel yang menyusun jaringan epitelium, biasanya terletak pada bagian tubu yang mempunyai lumen dan kantong misal vagina
Sel intermediet adalah tipe sel epitel vagina yang lebih tua dari parabasal tetapi lebih muda dari sel superfisial dan sel squamous tanpa nukleus
Inti sel pyknotic adalah nukleus yang telah degeneratif dan merupakan ciri dari sel superfisial


Menurut Taw (2008), Pengurutan proses pertumbuhan sel dari epitel sel vagina berkaitan dengan siklus estrus dapat diurutkan sebagai berikut;
Sel-sel parabasal (dijumpai pada fase proestrus, serta pada fase akhir diestrus).
Sel-sel intermediet (dijumpai pada fase proestrus akhir dan metestrus awal).
Sel-sel superfisial (fase metestrus akhir dan fase estrus).
Sel-sel squamous tanpa nukleus (fase estrus).


4.2.1 Perbedaan Siklus Menstruasi dan Siklus Estrus

Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Perbedaanya adalah, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan endometrium pada uterus akan luruh keluar tubuh, sedangkan pada siklus estrus, jika tidak terjadi pembuahan, endomentrium akan direabsorbsi oleh tubuh.
Umumnya siklus menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hari (ada pula setiap 21 hari dan 30 hari) yaitu sebagai berikut :
Pada hari 1 sampai hari ke-14 terjadi pertumbuhan dan perkembangan folikel primer yang dirangsang oleh hormon FSH. Pada seat tersebut sel oosit primer akan membelah dan menghasilkan ovum yang haploid. Saat folikel berkembang menjadi folikel Graaf yang masak, folikel ini juga menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen yang keluar berfungsi merangsang perbaikan dinding uterus yaitu endometrium yang habis terkelupas waktu menstruasi, selain itu estrogen menghambat pembentukan FSH dan memerintahkan hipofisis menghasilkan LH yang berfungsi merangsang folikel Graaf yang masak untuk mengadakan ovulasi yang terjadi pada hari ke-14, waktu di sekitar terjadinya ovulasi disebut fase estrus. Selain itu, LH merangsang folikel yang telah kosong untuk berubah menjadi badan kuning (Corpus Luteum). Badan kuning menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi mempertebal lapisan endometrium yang kaya dengan pembuluh darah untuk mempersiapkan datangnya embrio. Periode ini disebut fase luteal, selain itu progesteron juga berfungsi menghambat pembentukan FSH dan LH, akibatnya korpus luteum mengecil dan menghilang, pembentukan progesteron berhenti sehingga pemberian nutrisi kepada endometriam terhenti, endometrium menjadi mengering dan selanjutnya akan terkelupas dan terjadilah perdarahan (menstruasi) pada hari ke-28. Fase ini disebut fase perdarahan atau fase menstruasi. Karena tidak ada progesteron, maka FSH mulai terbentuk lagi dan terjadilan proses oogenesis kembali (Dhayu, 2000).


Jika pada manusia dan beberapa primata lainnya mempunyai siklus menstruasi, pada mamalia lain dikenal adanya siklus estrus (estrous cycle). Perbedaannya dengan menstruasi adalah pada siklus estrus lapisan endometrium yang telah dipersiapkan untuk menerima konsepsi, akan diserap kembali oleh uterus bila tak terjadi pembuahan, sehingga tidak banyak terjadi pendarahan. Pada hewan betina periode seputar ovulasi; vagina mengalami perubahan yang memungkinkan terjadinya perkawinan, periode ini disebut estrus. Dalam bahasa latin; oestrus berarti gairah atau kegilaan, kopulasi hanya terjadi pada periode estrus. Pada peternak sapi, insemenasi buatan dilakukan pada saat sapi betina mengalami estrus yang ditandai: vagina mengalami 3A dalam bahasa Jawa (Abuh = ukuran lebih besar, Abang = warna merah, Anget = hangat). Jangka siklus estrus berbeda-beda; pada tikus hanya 5 hari, anjing dan beruang hanya mengalami satu siklus pertahun, tetapi pada gajah mengalami beberapa kali siklus estrus pertahun (Widyawati, 2007).



Perbedaan siklus estrus dan menstruasi, diantaranya terletak pada fase-fase yang tejadi, yaitu pada siklus estrus fase yang terjadi, yaitu:
1. Proestrus, folikel mengalami pemasakan akhir.
2. Estrus, terjad ovulasi (mirip periodesexual receptivity pada sebagian besar hewan)
3. Metestrus, terjadi pembentukan corpus luteum
4. Diestrus, corpus luteum berfungsi optimal
Monoestrus dalam 1 tahun hanya mengalami 1x siklus estrus (anjing, serigala,beruang). Poliestrus dlm 1 th mengalami lebih dari 1x siklus estrus (babi, manusia, sapi). Poliestrus musiman, siklus estrus terjad lebih dari 1x tetapi hy pada musim tertentu saja, misal pd musim gugur (kambing, domba & rusa), pd musim semi (kuda & hamster)
Siklus menstruasi (Primata)
1. Fase mentruasi (destruktif), endometrium hancur & pembuluh2 darah pecah. Darah menstruasi mgd mucus, cell debris (jaringan yg hancur) dan cairan lain
2. Fase proliferatif (follicular), endometrium mengalami pertumbuhan (proliferasi) shg menjad tebal
3. Fase ovulasi, pembuluh2 darah pd endometrium tumbuh membesar dan terbentuk kelenjar-kelenjar pada endometrium
4. Fase secretory (luteal), terjadi aktivitas sekresi dr kelenjar2 pd endometrium

4.2.2 Histologi uterus

Tikus termasuk spesies yang mempunyai siklus estrus yang pendek, dimana kumpulam sel hanya ditemukan dalam medulla. Pada tikus betina, tahap siklus estrus ditentukan oleh vaginal smear. Mass cell dapat diamati selama siklus seksual dengan cara pewarnaan (pembuatan preparat) oleh ovari dan uterus. Mass cell yang didegranulasi hanya ditemukan, berbentuk bulat telur tetapi spindle dalam collagenous stroma. Penurunan fase siklus estrus, mass cell ditemukan dalam cellular stroma pada albuginea dan interstitium diantara folikel dan corpus lutea. Jumlah mass cell rendah ditemukan dalam fase proestrus dan meningkat pada fase estrus, metestrus dan diestrus dalam keduanya yaitu ovari dan uterus. Jumlah mass cell dalam korteks ovari tertinggi pada fase metaestrus. Selama siklus estrus, jumlah mass cell tertinggi diamati pada fase estrus dan metaestrus. Menurut Jones et al (1980) ditunjukkan bahwa mass cell dalam ovarian medulla tikus sangat tinggi pada fase estrus dan rendah pada fase proestrus, dimana mass cell juga didegranulasi pada fase proestrus. Berikut ini merupakan perbedaan jumlah mass cell dalam ovari dan uterus pada berbagai fase pada siklus estus (Karaca dan Uslu, 2008) :

Endometrium terdiri dari beberapa dan sebagian kecil mass cell daripada myometrium. Dalam Endometrium, mass cell diamati pada umumnya pada saat fase estrus, dimana diamati dengan jumlah mass cell paling sedikit pada fase diestrus dan fase proestrus. Penyebaran atau distribusi mass cell dapat terdantung dari variasi beberpa perubahan fisiologi selama siklus estrus dalam jaringan ovari uterus tikus. Spesifik siklus pada mass cell dan aksi secara langsung pada proses reproduksi dalam jaringan ovari dan uterus dapat ditentukan (Karaca dan Uslu, 2008)
.
4.2.3 Hormon-hormon yang meregulasi siklus estrus

Tikus mempunyai waktu siklus pada 4-5 hari, walaupun ovulasi terjadi secara spontan, dimana tidak berkembang secara menyeluruh fungsi corpus luteum namun menerima stimulasi coital. Ovulasi terjadi sekitar 109 jam setelah mulai tumbuh. Puncak estrogen sekitar 11 malam pada hari proestrus dan diantara hal tersebut serta malam hari terjadi perubahan progesteron, LH dan FsH. Selama proses tersebut, ovulasi juga terjadi sekitar 4 malam pada hari estrus berikutnya yaitu metestrus. Metestrus disebut tahap awal dari diestrus (diestrus I). Pada hari tersebut, corpus lutea tumbuh dengan volume maksimal, ditingkatkan pada 24 jam pada ovulasi. Hari sisanya (3 hari), ukuran sebelum metestrus pada siklus selanjutnya dan penyusutan sebelum estrus pada siklus estrus setelah hal tersebut. Siklus ovari tikus terdiri dari tiga hal yang berbeda pada corpus lutea dengan fase perkembangan yang berbeda juga (Hill, 2006).

Pada fase estrus, terlihat pengaruh estrogen dan dikarakteristikkan oleh sel kornifikasi yang nyata (jelas) dan hilangnya leukosit. Pada akhir fase estrus, lapisan kornifikasi tampak sloughed off dan invasi leukosit terjadi. Selama diestrus, leukosit tampak berlimpah. Fase proestrus, tanpa leukosit dan dikarakteristikkan oleh sel epitel yang dinukleasi. Fase estrus terjadi dengan pengaruh hormon gonadotropin dan sekresi estrogen mempunyai pengaruh yang besar. Fase metestrus, selama fase ini dimana sinyal stimulasi estrogen turun. Uterus dipengaruhi oleh progesteron dan menjadi sikretori. Tipe fase ini adalah jelas dan mungkin berakhir 1-5 hari. Beberapa hewan mengeluarkan akibat penurunan tingkatan estrogen. Pada fase metestrus dimana uterus dipengaruhi oleh progesteron dan menjadi sikretori. Tipe fase ini adalah jelas dan mungkin berakhir 1-5 hari.Fase diestrus dikarakteristikkan oleh aktivitas corpus luteum dimana dalam memproduksi progesteron (Hill, 2006).

Selama siklus estrus, endometrium pada semua mamlia mengalami proliferasi dan diferensiasi dalam respon perubahan tungkatan hormon seks steroid. Mass cell dalam organ reproduksi berperan dalam mengontrol regulasi aliran darah. Mass cell yang matur terdiri dari granula sebagai tempat efektor molekul misalnya histamin. Serotonin, protease serin, eksopeptidase dan neuropeptida (Stevens dan Austen 1989). Apabila terjadi aktivasi, mass cell menurunkan granula dalam proses sebagai kumpulan eksositosis atau degranulasi (Dvorak 1991).
Vasodilatasi, edema dan pertumbuhan uteri diamati dalam estrus yang diinduksi estrogen dengan penurunan histamin dari mass cell uteri (Spaziani 1975), dimana diindikasikan mass cell pada jaringan uteri berperan dalam repository pada histamin. Peningkatan jumlah mass cell selama progesteron predominan dan penurunan karena adanya estrogen, walaupun dengan pernyataan tersebut tidak ditemukan perbedaan dalam siklus estrusnya (Mathur dan Chaudhury 1988). Kuantitas mass cell ditingkatkan selama progesteron predominan dan jumlah diturunkan karena adanya estrogen. Mass cell pada hewan secara spesifik bersifat sensitif terhadap perubahan dalam tingkatan hormonal (Brandon dan Evans 1983).

4.2.3 Ciri-Ciri Siklus Estrus pada Tikus

Pada tikus betina yang sudah dewasa ovulasi terjadi pada fase estrus dari siklus estrus.
- proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan pemacuan pertumbuhan folikel oleh FSH sehingga folikel tumbuh dengan sepat . Proestrus berlangsung selama 2-3 hari. Pada fase kandungan air pada uterus meningkat dan mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar-kelenjar endometrial mengalami hipertrofi.

Gambar 4.5. Fase proestrus pada tikus putih
(Dvorak 1991).
- Estrus adalah masa keinginan kawin yang ditandai dengan keadaaan tikus tidak tenang, keluar lendir dari dalam vulva, pada fase ini pertumbuhan folikel meningkat dengan cepa, uterus mengalami vaskularisasi dengan maksimal, ovulasi terjadi dengan cepat, dan sel-sel epitelnya mengalami akhir perkebangan/terjadi dengan cepat.

Gambar 4.6. Fase estrus pada tikus putih (Dvorak 1991).
- Metestrus ditandai dengan terhentinya birahi, ovulasi terjadi dengan pecahnya folikel, rongga folikel secara berangsur-ansur mengecil,dan pengeluaran lendir terhenti. Selain itu terjadi penurunan pada ukuran dan vaskularitas.


Gambar 4.7 Fase metestrus pada tikus putih
(Dvorak 1991).

- Diestrus adalah periode terakhir dari estrus, pada fase ini corpus luteum berkembang dengan sempurna dan efek yang dihasilkan dari progesteron (hormon yang dihasilkan dari corpus luteum) tampak dengan jelas pada dinding uterus serta folikel-folikel kecil denan korpora lutea pada vagina lebih besar dari ovulasi sebelumnya.

Gambar 4.8 Fase diestrus pada tikus putih
(Dvorak 1991).
4.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi estrus terutama berkaitan dengan hormon

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap estrus adalah histologi dan fungsi hipotalamus serta hipofisis dalam kaitannya dengan proses reproduksi, terjadinya pubertas pada hewan betina termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi siklus estrus serta proses pembentukan sel kelamin (gametogenesis). Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh yaitu hormon (Taw, 2008).
Hormon progesteron dipersiapkan uterus untuk implantasi blatosis, memelihara dan mengatur organ-organ reproduksi. Corpus luteum pada tikus merupakan sumber progesteron utama, sehingga kadar hormon progesteron sangat erat kaitannya dengan tingkat ovulasi. Semakin tinggi ovulasi, maka kadar hormon progesteron akan meningkat (Hill, 2006).Hormon progesteron bervariasi sesuai laju ovulasi (jumlah corpus luteum). Kelenjar endometrium uterus berfungsi mengeluarkan zat-zat makanan yang berupa susu uterus untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan embrio. Kelenjar - kelenjar mensintesa susu uterus berada dibawah kontrol hormon (Hill, 2006).

Pertumbuhan dan perkembangan folikel primer dirangsang oleh hormon FSH. Pada seat tersebut sel oosit primer akan membelah dan menghasilkan ovum yang haploid. Saat folikel berkembang menjadi folikel Graaf yang masak, folikel ini juga menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen yang keluar berfungsi merangsang perbaikan dinding uterus yaitu endometrium yang habis terkelupas waktu menstruasi, selain itu estrogen menghambat pembentukan FSH dan memerintahkan hipofisis menghasilkan LH yang berfungsi merangsang folikel Graaf yang masak untuk mengadakan ovulasi, waktu di sekitar terjadinya ovulasi disebut fase estrus (Taw, 2008).


DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.. 2008. Pengenalan Hewan Coba. http://www.geocities.com/kuliah_farm/praktkum_farmakologi/hewan_coba.doc. Tanggal akses 5 Mei 2008.
Brandon J.M. dan J.E. Evans 1983. Changes in Uterine Mast Cells during the Estrous Cycle in the Syrian hamster. Am J Anat 167, 241-247. Tanggal akses 5 Mei 2008.
Dhayu. 2000. Siklus Menstruasi Pada Wanita. http://dhayubiologi.wordpress.com/. Tanggal akses 5 Mei 2008.
Dvorak A.M. 1991. Basophil and Mast Cell Degranulation and Recovery. In: Harris J.R., editor. Blood Cell Biochemistry. Vol 4, New York: Plenum Press. Pp 27-65.
Hill, Mark. 2006. Estrous Cycle. The university of new south wales. Sidney.http://www.lpp.uns.ac.id/web/moodle/moodledata/125/3Oogenesis.pdf. Tanggal akses 5 Mei 2008
Iqbal. 2008. Siklus Estrus pada Rattus norvegicus http://darmaqua.blogspot.com/feeds/posts/defaultp. Tanggal akses 5 Mei 2008.
Jones R.E., D. Duvall, dan L.J. Guilette. 1980. Rat Ovarian Mast Cells; Distribution and Cyclic Changes. Anat Rec 197, 489-493.
Karaca, T dan M.Y. Uslu. 2008. Distribution and Quantitative Patterns of Mast Cells in Ovary and Uterus of Rat. http://www.scielo.cl/scielo.php?pid=S0301-732X2007000200006&script=sci_arttext. Tanggal akses 5 Mei 2008. Tanggal akses 5 Mei 2008.
Marcondes, F. K., Bianchi, F. J. And Tanno, A. P. 2002. Determination Of The Estrous Cycle Phases Of Rats: Some Helpful Considerations. Universidade Estadual De Campinas, Av. Limeira. Piracicaba, Brazil
Mathur V.S. dan R. R. Chaudhury. 1988. The Effect of an Intrauterine Plastic device on the Mass Cell Count in the Rat Uterus. J Reprod Fert 15, 135-138.
Nakamura Y., M. Smith, A Krishna, P.F. Terranova. 1987. Increased Number of Mast Cells in the Dominant Follicle of the Cow: Relationship among Luteal Stromal and Hilar Region. Biol Reprod 37, 546-549.
Nongae. 2008. Estrus Cycle. http://nongae.gsnu.ac.kr/~cspark/teaching/chap5.html. Tanggal akses 10 Mei 2008
Shearer, J. K. 2008. Reproductive Anatomy and Physiology of Dairy Cattle. University Of Florida. Florida
Spaziani E. 1975. Accessory reproductive organs in mammals: Control of cell and tissue transport by sex hormones. Pharmacol Rev 27, 207-286.
Stevens R.L. dan K.F. Austen. 1989. Recent Advances in the Cellular and Molecular Biology of Mass Cells. Immunol Today 10, 381-386.
Sucipto. A. 2008. Kromosom dan Karyotipe. http://www.biology-um.com/data/abstrakweb/04-01.pdf. Tanggal akses 5 Mei 2008.
Taw. 2008. Oviduct and Uterus Histology. http://www.siu.edu/~tw3a/utest.jpg. Tanggal akses 5 Mei 2008. Tanggal akses 5 Mei 2008.
Whittier, J.C. 1993. Reproductive Anatomy and Physiology of the Cow. http://extension.missouri.edu/.../ansci/g02015.htm. Tanggal akses 5 Mei 2008.
Widyawati. P. 2007. Struktur Reproduksi Wanita. http://209.85.175.104/search?q=cache:4QVV9MvOGvwJ:www.sch.id/pelajrn/b.........................................../tahukah.htm+siklus+menstruasi+mamalia&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id. Tanggal akses 5 Mei 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar