<<< Lembaga Kajian Ilmiah Mahasiswa >>>

::Wilujeung Sumping di Weblog LKIM UNAND Padang::. Semoga site gratisan ini bukan hanya menambah literatur-literatur dalam dunia kepenulisan, tetapi juga lebih khusus untuk menambah khazanah keilmuan science dan keislaman, karena di masa kebangkitan seperti sekarang ini (menurut sejarah islam) yang sebelumnya Islam di Andalusia (Spanyol) begitu kuat dan hebatnya, harus tunduk dan hancur oleh kaum Hulagu dari bangsa Bar-Bar, oleh karena itu kita pun di harapkan untuk selalu berkarya, baik melalui dunia kepenulisan, dunia jurnalistik maupun yang lainnya, karena memang tidak bisa kita pungkiri bahwa Islam khususnya yang ada di Indonesia ini sangat butuh dengan orang-orang yang profisional dalam bidangnya masing-masing. Nah...site ini pun tampil untuk menunjukkan bahwa kami ingin menambah khazanah keislaman dalam berkarya, walaupun hanya sebutir debu di padang pasir, tetapi akan sangat bermakna jika kita mendalaminya, Amin

Senin, 16 November 2009

DAGING ASAP

TUGAS PAPER ILMU & TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING
DAGING ASAP
OLAHAN DAGING DI SUMBAR




OLEH:
AGUS MUHAR
07 163 028










FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2009


DAGING ASAP (DAGING SALE)
CARA TRADISIONAL

Daging sapi (Bahasa Inggris: beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah, penggunaan daging ini berbeda-beda tergantung dari cara pengolahannya. Sebagai contoh has luar, daging iga dan T-Bone sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat sebagai bahan pembuatan steak sehingga bagian sapi ini sangat banyak diperdagangkan. Akan tetapi seperti di Indonesia dan di berbagai negara Asia lainnya daging ini banyak digunakan untuk makanan berbumbu dan bersantan seperti sup konro, gulai, rendang.

Selain rendang yang merupakan kuliner khas Sumatera Barat pengolahan daging lain yang sudah dikembangkan di Bukittinggi adalah daging asap berskala rumah tangga walaupun masih dikerjakan secara sederhana tetapi mempunyai daya tahan yang lebih lama dan cita rasa yang khas dari aroma kayu.
Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida, masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air rendah daging lebih sulit dirusak oleh mikroba.
Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton alkohol dan karbon dioksida 4 . Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa fenol (quaiacol, 4-mettyl-quaiacol, 2,6-dimetoksi fenol) dan senyawa karbonil 1 .
Ada dua cara pengasapan yaitu cara tradisional dan cara dingin. Pada cara tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya (misalnya sabuk kelapa serbuk akasia, dan serbuk mangga). Pada cara basah, bahan direndam di dalam asap yang sudah di cairkan. Setelah senyawa asap menempel pada daging, kemudian daging dikeringkan. Walaupun mutunya kurang bagus dibanding pengasapan dingin, Pengasapan tradisional paling mudah diterapkan oleh industri kecil. Asap cair yang diperlukan untuk pengasapan dingin sulit ditemukan dipasaran. Karena itu teknologi yang diuraikan lebih ditekankan pada pengasapan tradisional.
Bagian karkas sapi yang baik digunakan untuk daging asap adalah bagian Punuk atau lebih dikenal dengan nama blade adalah daging sapi bagian atas yang menyambung dari bagian daging paha depan terus sampai ke bagian punuk sapi. Pada bagian tengahnya terdapat serat-serat kasar yang mengarah ke bagian bawah, yang cocok jika digunakan dengan cara memasak dengan teknik mengukus. Blade atau sampil ini merupakan bagian daging yang tebal, dengan komposisi berat ± 5,5 % dari berat karkas, daging yang cukup empuk dengan struktur yang ototnya yang lurus. Biasanya daging ini digunakan untuk membuat makanan khas Nusa Tenggara Timur yaitu Se’i (sejenis daging asap).













CARA PEMBUATAN DAGING SAPI ASAP







I. BAHAN
1. Daging bagian blade
2. Kayu keras misalnya sabuk kelapa serbuk akasia, dan serbuk mangga
3. Garam halus

II. PERALATAN
1. Lemari asap. Alat ini digunakan untuk mengasapi daging. Daging digantung atau diletakkan di atas rak-rak. Bagian dasar lemari digunakan untuk pembakaran kayu.
2. Penggantung daging. Alat ini digunakan untuk menggantung daging besar yang akan diiris.
3. Pisau dan talenan. Alat ini digunakan sebagai alas pada saat mengiris daging (kalau tidak digantung)

III. CARA PEMBUATAN
1. Pengirisan daging. Daging diiris tipis-tipis. Sedapat mungkin pemotongan mengikuti arah jaringan otot. Ada dua cara pengirisan, yaitu:
a. Daging digantung pada alat penggantung, kemudian diiris tipis-tipis
b. Daging ditempatkan diatas talenan, kemudian diiris tipis-tipis
Irisan dapat dibuat dalam berbagai ukuran, seperti:
c. irisan kecil: irisan dengan panjang 1 cm dan lebar 1 cm
d. irisan sedang: irisan dengan panjang dan lebar antara 3 ~ 5 cm
e. irisan panjang: irisan dengan panjang >5 cm dan lebar 3 ~ 5 cm
2. Penyiapan lemari asap. Bagian dasar lemari asap diisi dengan kayu keras, kemudian dibakar. Setelah kayu terbakar, api dipadamkan sehingga kayu tetap membara sambil mengeluarkan asap.
3. Pengasapan. Irisan daging berukuran kecil dan sedang diletakkan di anyaman jarang. Irisan berukuran panjang (pasang) lebih baik digantung. Setelah itu lemari ditutup rapat. Pengasapan ini dilangsungkan selama 48 jam sehingga dihasilkan daging asap kering dengan warna coklat tua. Selama pengasapan, pembakaran kayu harus dijaga agar tidak mengeluarkan api. Jika kayu berapi, kayu lebih cepat habis, kurang berasap, dan suhu terlalu tinggi. Selama pengasapan, suhu perlu diusahakan tidak lebih dari 80°C.
4. Pengemasan. Daging asap yang benar-benar kering dapat disimpan di dalam kantong plastik, dan kotak kaleng yang tertutup rapat.









REFERENSI
Anonim. 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Daging_sapi. posting 27 Oktober 2009.
_______. ____. http://drharis.blogspot.com/2008/08/mengenal-daging-sapi.html
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat, Jl. Rasuna Said, Padang Baru, Padang, Telp. 0751 40040, Fax. 0751 40040 Tahun 2008
Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat Tahun 2008

GAMBIR

Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) pada umumnya digunakan untuk menyirih. India sebagai pengimpor 68 persen gambir Indonesia, mengunakan gambir sebagai bahan campuran menyirih.
Hampir 95 persen gambir Indonesia tersebut diolah lagi menjadi Betel Bite atau Plan Masala sebelum dipasarkan lagi. Gambir juga digunakan di Indonesia sebagai luka bakar, obat sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, obat sakit kulit, penyamak kulit, bahan pewarna tekstil dan astragensia.
Gambir dapat juga dijadikan sebagai bahan baku utama perekat perekat kayu lapis dan papan partikel. Bila gambir yang diekspor tersebut digunakan sebagai bahan baku perekat kayu lapis didalam negeri maka baru akan memenuhi kebutuhan tiga pabrik kayu lapis yang berkapasitas 5000-6000 m3/bulan. Hal ini akan masih tetap terlalu sedikit dibanding kebutuhan pabrik kayu lapis dan papan partikel yang ada di Pulau Sumatra. Dan gambir dapat diolah didalam negeri menjadi bentuk yang lain dari sekarang, seperti bentuk biskuit dan tepung gambir sesuai dengan permintaan pasar dunia. Negara India saja membutuhkan gambir sebanyak 6000 ton pertahun. Terlihat bahwa prospek luar negeri masih terbuka.
Gambir adalah ekstrak air panas dari daun dan ranting tanaman gambir yang disedimentasikan dan kemudian dicetak dan dikeringkan. Potensi pengembangannya cukup besar, bila dilihat dari potensi produksi, pemasaran pada pasar domestik dan ekspor. Laju pertumbuhan ekspor gambit yaitu 33,45 persen dari segi volume dan 44,37 persen dari segi nilai selama periode 1991 sampai 1995. Pada tahun 2002 dan 2005 diproyeksikan volume ekspor gambir secara berturut-turut 10620 ton dan 14704 ton.
Persoalan pemasaran gambir yaitu fluktuasi harga yang sangat besar, misalnya pada bulan Februari 2003 harga gambir ditingkat petani hanya berkisar Rp 5000/kg akan tetapi pernah pula mencapai angka Rp 20000/kg pada tahun 1998. Harga tiap kg dalam USD yang terendah dicapai pada tahun 1998 yaitu 1.46 USD dan tertinggi tahun 1997 yaitu 2.91 USD.
Bila ditinjau dari ketersediaan lahan di Sumatera Barat maka terlihat adanya keterbatasan. Sekitar 60 persen dari lahan yang ada merupakan perbukitan dan lahan miring dan 15 persen saja yang telah disepakati untuk lahan pertanian. Secara keseluruhan hanya tersedia sekitar 450000 ha lahan yang potensial untuk perluasan tanaman perkebunan.
Di Sumatera Barat tanaman gambir tumbuh dengan baik didaerah Limapuluh Kota, Pesisir Selatan dan daerah tingkat II lainnya. Di Kabupaten Limapuluh Kota sebanyak 11937 Ha dengan produksi 7379 ton pertahun. Di Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 2469 Ha dengan produksi 688 ton pertahun dan Kabupaten lainnya seluas 175 Ha yang sebahagian besar belum berproduksi.
Luas diatas potensial dan memenuhi skala ekonomi untuk dikembangkan. Jumlah unit usaha pengolahan gambir di Sumatera Barat tercatat sebanyak 3571 unit dengan tenaga kerja 6908 orang dan investasi Rp 1029614000. Data produksi gambir di Sumatera Barat sebenarnya belum tersedia dengan lengkap, khususnya untuk konsumsi dalam negeri. Bila berpedoman kepada angka produksi tahun 1997 dan angka ekspor pada tahun yang sama maka 98 persen produksi gambir diekspor dan 2 persen dikonsumsi dalam negeri.
Di negara lain juga ada produk sejenis gambir yang ditawarkan seperti tannin dari kulit kayu Acacia mearnsii, kayu Schinopsis balansa. Pada tahun 1983 diproduksi 10000 ton perekat berbasis tannin Acacia mearnsii di Afrika Selatan. Di New Zealand telah mulai produksi tiap tahunnya 8000 ton perekat berbasis tannin dari kulit kayu Pinus radiata. Di Peru diproduksi Tara tannin dari kulit buah Caesalpinia spinosa yang juga akan dijadikan bahan baku perekat.
Prospek gambir sebagai bahan baku perekat untuk bahan berbasis kayu atau bahan berlignosellulosa lainnya terlihat ada. Sebagai langkah awal penulis telah mendaftarkan paten pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan judul “Proses gambir sebagai bahan baku perekat dengan nomor P 00200200856” dengan memanfaatkan insentif dari Kementerian Riset dan Teknologi.
Penanaman gambir masa sekarang dilakukan pada lahan ketinggian 200-800 m diatas permukaan laut. Mulai dari topografi agak datar sampai dilereng bukit. Ditinjau dari aspek konservasi ditemui juga penanaman pada lahan termasuk areal kawasan lindung dengan salah satu ciri kelerangan diatads 40 persen. Di Kabupaten Limapuluh Kota terutama perkebunan gambir ada di Kecamatan Kapur IX, Mahat, Pangkalan Koto Baru dan Suliki Gunung Mas. Kapur IX merupakan kecamatan penghasil gambir terbesar (hampir 2/3 total produksi) dengan wilayah utama yaitu Nagari Sialang. Areal penanaman gambir tersebut sebahagian besar berasal pada Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar Kanan dan DAS Mahat.
Berdasarkan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), fungsi kawasan hutan kedua Sub DAS tersebut adalah 64,30 persen sebagai kawasan lindung dan 35,70 persen sebagai kawasan yang boleh diusahakan (kawasan eksploitasi). Kawasan lindung tersebut terdiri dari 61,37 persen (204412 Ha) sebagai hutan lindung dan 2,93 persen sebagai hutan suaka alam.
Diperoleh dari “http://id.wikipedia.org/wiki/Gambir“

Kemasan Plastik Cerdas

///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml">

Makanan di masa mendatang bisa dikemas dalam kemasan plastik cerdas yang dapat mendeteksi kontaminasi dan selanjutnya berbiodegradasi ketika dibuang.

Selaput polimer, yang bisa memberi tanda jika terpapar terhadap tekanan yang berlebihan dan suhu yang meningkat, telah dibuat oleh ilmuwan di Italia. Selaput ini stabil pada suhu lingkungan, kata Andrea Pucci dari Universitas Pisa, yang memimpin penelitian ini. Disamping itu, ketika makanan dikeluarkan, selaput kemasan yang dibuang akan diurai oleh mikroorganisme yang terdapat dalam tanah dan air tawar atau air laut, kata dia. Selaput ini terbuat dari poliester yang tersedia di pasaran, yang dicampur dengan zat warna stilbena yang murah dan mudah didapat (dikenal sebagai BBS). BBS memenuhi syarat-syarat FDA, sehingga bisa digunakan dalam pengemasan makanan, kata Pucci. Zat warna ini membentuk kumpulan-kumpulan kecil dalam selaput polimer, yang memiliki luminusensi hijau dibawah sinar UV. Apabila selaput diregangkan atau di remas, kumpulan-kumpulan BBS tertarik menjauh dan molekul-molekulnya berhenti berinteraksi, sehingga menghasilkan luminusensi biru. Perubahan suhu juga mempengaruhi pengumpulan dan perubahan output luminusensi dari selaput ini.

Christoper Weder, seorang polopor dalam polimer cerdas di Case Western Reserve University di Cleveland, US, mengatakan sangat tertarik dengan penelitian ini. "Pucci telah menunjukkan bahwa konsep-konsep umum bisa dikembangkan ke zat-zat warna yang tersedia secara komersial yang dinilai kompatibel dengan makanan, sebuah pencapaian penting dari sudut pandang teknologi," kata dia.

Pucci mengatakan tantangan selanjutnya adalah membuat selaput-selaput komposit yang seluruhnya terbuat dari material-material yang kompatibel dengan bahan makanan, dan selaput-selaput yang memiliki aktivitas lebih luas. "Menurut pendapat saya, masa depan bidang ini bergantung pada formulasi sensor-sensor nanostruktur yang sensitif terhadap berbagai stimuli eksternal," kata Pucci.

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

Keindahan di Danau Singkarak